Follow Duniaku untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Enam belas tahun yang lalu, Night at the Museum membuka sebuah lembaran baru untuk film komedi kocak dengan pesan moral yang apik. Film tersebut pada akhirnya memunculkan sebuah trilogi yang sulit dilupakan karena berbagai hal. Sebuah kekacauan di sebuah museum yang menimbulkan berbagai cerita menarik.
Film animasi baru yang disutradarai oleh Matt Danner ini berusaha mereplikasi semua itu. Night at the Museum: Kahmunrah Rises Again berusaha menghadirkan keajaiban sang tablet, sambil memberi penghormatan pada berbagai aspek yang ada di film originalnya.
1. Masih di museum yang sama
Berjalan beberapa tahun setelah akhir Night at the Museum: Secret of the Tomb, Larry Daley (Zachary Levi) telah mendapatkan peningkatan dalam karirnya, dari guru sekolah menjadi direktur sebuah museum di Tokyo. Hasilnya Museum Sejarah Alam di New York sekali lagi membutuhkan penjaga malam yang siap untuk menangani para “aset” museum yang hidup di malam hari.
Secara alami seharusnya tugas itu jatuh ke pundak Nick Daley (Joshua Bassett) yang berusia 18 tahun yang enggan mengikuti jejak ayahnya. Nick sebenarnya enggan tentang banyak hal, itulah mengapa menurut Larry bekerja shift malam di museum adalah tempat yang tepat baginya untuk menemukan kepercayaan diri dan tujuannya. Lagi pula, di situlah Larry menemukan hidupnya setelah bercerai.
Situasi Nick adalah tipikal remaja. Dia terlalu gugup untuk mengajak gadis yang disukainya, dan dia terlalu gugup untuk benar-benar mengejar kecintaannya pada musik. Seharusnya apa yang terjadi di dalam museum ketika malam hari akan sangat membantunya. Karena pada saat itu dia tidak boleh gugup dan membutuhkan sebuah musik yang hebat.
Baca Juga: Review The Curse of Rosalie, Ketika Harbinger Membangkang dari Lucifer
2. Animasi yang apik dengan cerita yang rapi
Menonton Night at the Museum: Kahmunrah Rises itu seperti menonton film animasi di era 2000-an. Saat Kim Possible, Samurai Jack, American Dragon dan Xiaolin Showdown berjaya. Hal ini bisa jadi karena Matt Danner merupakan orang yang mengerjakan animasi yang kita kenal tersebut.
Demikian pula, Ray DeLaurentis, salah satu dari dua penulis film tersebut bekerja sebagai penulis di American Dragon dan masih dengan sangat jelas mempertahankan esensi unik yang dimasukan ke dalam Kahmunrah Rises Again.
Film ini membawa sebuah konflik besar yang mengingatkan kita pada pertempuran di Smithsonian. Tentunya sambil tetap mempertahankan beberapa karakter yang sudah dikenal, terutama figur-figur utama yang kembali menceritakan keajaiban tablet yang bisa menghidupkan benda mati tersebut.
Mereka akan berhadapan langsung dengan dewa kekacauan berukuran kecil, Seth (Akmal Saleh), yang menimbulkan masalah baru bagi tim. Seluruh upaya Kahmunrah untuk mendominasi dunia adalah perjalanan yang menyenangkan menuju kegagalan dan kebodohan. Hal inilah yang memberikan dorongan bagi Nick untuk menemukan jati dirinya sendiri.
3. Kesimpulan
Sungguh menyenangkan melihat Disney menginvestasikan kembali dalam waralaba dan menemukan cara baru untuk melanjutkan petualangan setelah kehilangan almarhum Robin Williams.
Night at the Museum: Kahmunrah Rises Again menghidupkan kembali keajaiban trilogi, sambil dengan hati-hati memadukan nostalgia dengan berbagai potensi dunia baru untuk karakter-karakter ini.
Bagian yang indah adalah bahwa film tersebut tidak mengubah akhir yang pahit dari film terakhir. Dengan Nick Daley di meja malam, museum tersebut tetap hidup untuk menghibur generasi baru, sambil menawarkan tempat yang aman untuk mundur bagi penggemar yang tidak ingin mengucapkan selamat tinggal pada franchise ini.
Night at the Museum: Kahmunrah Rises Again bisa kamu simak di Disney+ mulai dari hari ini.
Baca Juga: Review Knights of Honor II: Sovereign, Perang Eropa Abad Pertengahan