4 Alasan Kenapa Logan Layak Mendapatkan Nominasi Oscar
Dari sekian banyak film superhero di tahun ini, Logan-lah yang paling layak mendapatkan nominasi Oscar? Kenapa ya? Baca di sini!
Bulan Maret lalu, Logan mendobrak bioskop dunia dengan menyajikan hal-hal baru yang jarang dilihat penonton film-film adaptasi komik superhero. Inilah 5 alasan kenapa Logan layak mendapatkan pengakuan Oscar 2018 nanti!
Bagi orang awam, mungkin akhir tahun lekat dengan hal-hal berbaru Tahun Baru atau Natal, namun bagi para penggemar film, akhir tahun adalah waktu di mana sedang hangat-hangatnya topik pembicaraan mengenai ajang penghargaan film-film bergengsi yang akan diadakan di awal tahun berikutnya, seperti Oscar maupun Golden Globes.
[duniaku_baca_juga]
Tahun 2017 adalah salah satu tahun paling fluktuatif dalam industri film dengan begitu banyaknya film-film ambisius yang seharusnya sukses seperti The Mummy, Transformers: The Last Knight, Justice League, dan Powers Rangers malah harus berakhir mengecewakan baik secara kritik maupun finansial.
Namun selain itu, ada beberapa surprise hit yang lumayan membuat banyak penggemar film tersenyum tahun ini seperti Wonder Woman yang sukses "menyelamatkan" DCEU dari keterpurukan secara kritik, Jumanji: Welcome to the Jungle yang di luar dugaan mendapatkan tanggapan yang baik secara kritik dan finansial, serta Logan yang menyajikan kisah superhero yang kelam dan dewasa.
[duniaku_adsense]
Bicara soal Logan, film yang satu ini cukup spesial baik untuk waralaba X-Men sendiri ataupun genre superhero secara umumnya. Menghadirkan kisah yang JAUH lebih kelam dari film-film superhero lain serta tingkat kekerasan yang hanya bisa ditandingi oleh Watchmen (2009), entri ketiga dari seri spin-off karakter Logan/Wolverine ini mendapatkan tanggapan yang meriah dari kritikus maupun penonton.
Terlepas dari tanggapan positifnya, patut diketahui film-film superhero adaptasi komik memang cukup kesulitan mendapatkan nominasi penghargaan bergengsi di kategori non-teknis.
Hanya mendiang Heath Ledger yang mampu mencetak sejarah dengan memenangkan piala Oscar kategori Aktor Pendukung Terbaik lewat perannya sebagai The Joker di film The Dark Knight (2008).
[read_more id="353014"]
Dan meskipun sudah digadang-gadang akan masuk ke dalam bursa musim penghargaan, Logan gagal mendapatkan satupun nominasi Golden Globe meskipun berhasil mendapatkan nominasi di beberapa ajang penghargaan dengan skala lebih kecil seperti Chicago Film Critics Association, Houston Film Critics Society, dan Critics' Choice Movie Awards.
Kendati gagal di Golden Globe, perjuangan Logan di ajang penghargaan bergengsi masih belum selesai, karena masih ada Oscar 2018 yang sekarang masih dalam tahap pemilihan shortlist film-film yang dianggap layak mendapatkan nominasi-nominasi piala bergengsi tersebut.
Dan menurut laporan beberapa media luar, pihak 20th Century Fox sedang gencar-gencarnyanya memberikan screener Logan kepada para juri dan voter Oscar.
Terlepas apakah nantinya akan mendapatkan nominasi atau tidak, berikut adalah 4 alasan kenapa Logan layak mendapatkan nominasi Oscar!
[page_break no="1" title="Memanusiakan Film Superhero"]
Apabila rata-rata film superhero berfokus pada sang pahlawan yang berjuang melawan para antagonis demi menyelamatkan dunia dari kehancuran, maka Logan memperkecil skala konfliknya dengan sang pahlawan titular berjuang untuk menyelamatkan dirinya sendiri dan orang-orang yang disayanginya dari malapetaka.
Sepanjang durasi filmnya yang berjalan selama 137 menit, tidak pernah se-menit pun Logan terasa seperti sebuah film superhero atau adaptasi komik. Meskipun berada di dalam sub-genre superhero, pada intinya Logan adalah kisah manusiawi tentang hubungan ayah-anak yang diperlihatkan lewat hubungan antara Logan dan Xavier, serta Logan dan Laura.
Skala konflik yang lebih kecil memberi Logan kesempatan untuk tetap fokus pada kisahnya yang berdiri sendiri dan pengembangan karakter-karakternya ketimbang mementingkan hal-hal yang bisa membuat alur filmnya berantakan seperti pengembangan semesta sinematik, penambahan karakter di sana-sini, atau easter eggs yang sebenarnya tidak penting-penting amat (I'm looking at you, MCU and DCEU).
Dalam durasi dua jam, film ini sukses membuat penonton merasa terhubung dengan karakter-karakternya secara intim, serta memiliki cerita yang memikat dan tidak tertebak. Ada kedalaman emosional di Logan yang tidak biasa kita temui dalam film-film superhero lain semenjak berakhirnya trilogi Spider-Man dan The Dark Knight.
Apa lagi yang membuat Logan layak mendapatkan nominasi Oscar? Simak di halaman kedua!
[page_break no="2" title="Tiap Aktornya Memberikan Penampilan Terbaik Mereka"]
Selsama 17 tahun terakhir, Hugh Jackman telah menemani kita di layar lebar lewat perannya yang ikonik sebagai Logan/Wolverine di hampir semua film X-Men.
Meskipun penampilannya tidak pernah mirip dengan inkarnasinya di komik, Jackman berhasil membawakan Logan sebagai salah satu karakter paling memorable sepanjang masa di dunia sinema.
Di Logan, Jackman mengakhiri karirnya sebagai sang superhero dengan all-out. Dari raut wajah, suara, dan tatapan mata saja ia memperlihatkan sisi lain yang tak pernah kita lihat sebelumnya dari sang karakter, yakni sisi yang lebih rentan, sendu, dan lelah akan hidup.
Penampilannya yang tulus dan lebih emosional ini adalah sesuatu yang jarang kita lihat di dalam film-film superhero lain.
Beberapa tahun terakhir, karakter Charlies Xavier/Professor X lebih melekat pada sosok aktor James McAvoy yang memerankan sang profesor versi lebih muda di seri prekuel/reboot dimulai dari X-Men: First Class (2011).
Namun, bagi mereka yang sudah dari awal mengikuti seri X-Men dari film pertamanya, maka jelas hanya ada satu Professor X: Patrick Stewart.
[read_more id="355444"]
Stewart memberikan penampilan terakhirnya sebagai Professor X dengan sepenuh hati di sini. Hilang sudah citra sang profesor yang bijaksana, bertutur kata lembut, dan selalu siap untuk menasehati murid-muridnya, penampilan Stewart sebagai Professor X yang tua dan sekarat benar-benar sukses mengiris-iris hati penonton.
Plus, kapan lagi bisa melihat Professor X memaki-maki sesuka hati?
Pendatang baru Dafne Keen bagaikan sebuah wahyu dari Tuhan YME. Bersanding dengan dua aktor kaliber Oscar dalam peran debutnya bukanlah hal yang mudah terlebih untuk seorang anak kecil, namun entah bagaimana dirinya sanggup menandingi—dan di beberapa bagian melebihi—penampilan Jackman dan Stewart.
Lebih dari separuh film Keen jalani sebagai karakter Laura tanpa dialog sama sekali. Lewat ekspresi wajah-lah ia memperlihatkan seorang mutan yang buas, kebingungan, namun tetap memiliki kepolosan layaknya seperti anak kecil seumurannya.
Bila ada satu aktor lagi yang layak mendapatkan perhatian lebih banyak, maka Boyd Holbrook-lah orangnya.
Kendati memiliki jam terbang yang bisa dibilang masih rendah, Holbrook berhasil memancarkan aura tokoh penjahat yang sombong dan mengancam ala villain dari film-film western klasik dan menjadikannya lawan yang layak untuk Logan yang lebih rentan dan buas.
[page_break no="3" title="Memanfaatkan Rating R-nya dengan Baik"]
Deadpool (2016) memanfaatkan kategori rating R (khusus dewasa) untuk sekedar bersuka ria saja, dengan tumpukan humor-humor jorok, adegan aksi yang sadis dan terkadang menjijkkan, serta hal-hal lainnya yang tidak etis untuk ditunjukkan di film-film PG-13 (remaja). Namun di Logan, rating R tersebut bukanlah sekedar gimmick belaka.
Terlihat jelas bahwa James Mangold selaku sutradara ingin menunjukkan bahwa pertaruhan dalam kisah terakhir Wolverine ini begitu serius dan memiliki tingkat ketegangan yang tinggi, sekaligus mempertegas bahwa film ini memang bukan film superhero yang biasa kita tonton di bioskop.
[read_more id="356031"]
Tiap wajah yang ditikam, tiap anggota tubuh yang dipotong, dan tiap liter darah palsu yang tumpah dalam film ini tampak mengerikan. Dengan banyaknya karakter yang berjatuhan mati bak nyamuk yang disemprot oleh obat nyamuk, Mangold benar-benar sukses menunjukkan kerasnya usaha bertahan hidup di dunia yang kejam.
Ada kesan finalitas yang dengan kuat dipancarkan oleh Logan lewat adegan-adegan brutalnya, yang memang mustahil untuk ditampilkan di dalam film-film dengan kategori remaja.
[page_break no="4" title="Membuktikan bahwa Film Superhero Lebih dari Sekedar Universe dan Kontituitas Belaka"]
Hal yang sampai saat ini masih membuat Logan begitu segar dan berbeda dari tipikal film-film superhero blockbuster yang kita saksikan adalah bagaimana ia melawan arus umum, dengan menyajikan sesuatu yang lebih berisi, menantang, dan tentu saja berkualitas.
Dengan begitu banyaknya semesta sinematik yang dikembangkan, sekuel yang sudah direncanakan bahkan sebelum film pertamanya dirilis, serta petinggi-petinggi studio yang haus keuntungan lewat film-film franchise benar-benar mengekang kreativitas sutradara untuk menciptakan film-film yang sesuai dengan visi mereka.
Dengan Logan, James Mangold seakan-akan memberikan jari tengah kepada hal-hal di atas. Ia tidak peduli dengan kontinuitas, easter eggs, atau membuat benang merah ke film-film lain.
Mangold di sini membuat sebuah film yang benar-benar berdiri sendiri, dengan kisah yang memiliki awal dan akhir tanpa ada omong kosong post-credits scene atau semacamnya.
[read_more id="356005"]
Mangold membuktikan, bahwa sejatinya dalam membuat film yang baik bukanlah hanya mengandalkan pada fan service semata yang akhir-akhir ini terlalu sering menggerogoti film-film superhero adaptasi komik, namun pada penuturan kisah serta memastikan bahwa visinya benar-benar tersampaikan dengan baik tanpa ada intervensi pihak manapun.
Jackman, Stewart, dan Mangold benar-benar sukses melakukan sebuah keajaiban di sini, di mana mereka tidak hanya sukses menampilkan kisah berdiri sendiri yang kelam, brutal, dan emosional, namun di saat yang sama juga memberikan perpisahan yang layak kepada dua karakter ikonik dari dunia sinema yang selama 17 tahun dengan setia menemani penonton.
Setujukah kalian dengan opini penulis di atas? Jangan lupa berikan pendapatmu di kolom komentar ya!
Diedit oleh Snow