Merambahnya Tren Developer Indie, Tanda Ketidakpuasan Terhadap Publisher Besar?

Ketika dulu menggarap game secara indie dianggap remeh banyak pengembang, kini mereka justru tertarik membuat tim kecil daripada bekerja sama dengan publisher besar. Berikut pandangan kami terhadap tren menjamurnya developer indie.

Merambahnya Tren Developer Indie, Tanda Ketidakpuasan Terhadap Publisher Besar?

Lambat laun pergerakan trend video game di dunia semakin unik saja. Ketika dulu menggarap game secara indie dianggap remeh oleh kebanyakan pengembang game, kini mereka malah justru tertarik untuk membuat tim kecil dalam mengembangkan sebuah game daripada harus bekerja sama dengan publisher besar yang sudah memiliki nama. Dan trend ini pun menjamur tidak hanya di Jepang saja, tetapi juga di Amerika. Hal ini dikarenakan adanya beberapa faktor, terutama adalah kebebasan agar para pengembang bisa berkreasi lebih jauh lagi. Selain itu, ada beberapa hal lain yang menguatkan seorang pengembang game berani untuk mengambil langkah keluar dari cakupan publisher besar, dan memilih untuk bekerja secara indie:

Game Besar Menjadi Stagnan dan Minim Inovasi

Merambahnya Tren Developer Indie, Tanda Ketidakpuasan Terhadap Publisher Besar?

Pertama, coba kita lihat kembali pada tahun 90-an hingga pada tahun 2000-an, banyak studio pengembang game mengharapkan untuk membuat sebuah game yang mampu memberikan kepuasan para penggemarnya secara fokus, membatasi banyaknya judul game agar para retailer dapat mendukungnya, dan game-game berjudul besar seperti Call of Duty hingga Assassin’s Creed mendapat perlakukan istimewa. Namun pada kenyataannya, judul-judul besar yang dikeluarkan terus menerus malah membuat franchise tersebut stagnan dan minim inovasi, sehingga banyak penggemarnya justru malah merasa bosan karena merasa fitur yang diberikan game tersebut hanya itu-itu saja. Bahkan banyak juga yang menyebutkan bahwa franchise tersebut justru kehilangan jati dirinya.

Developer Terkekang oleh Publisher

Merambahnya Tren Developer Indie, Tanda Ketidakpuasan Terhadap Publisher Besar?

Hubungan antara developer-publisher selalu terlihat mesra di mata publik selama ini. Namun bagaimana dengan para pekerja yang berada dibalik layar? Dengan berkembangnya game-game besar saat ini, para pengembang game justru merasa terkekang oleh publisher. Betapa tidak, para pengembang harus dipaksa mengerjakan game besar yang sudah memiliki banyak judul, tetapi dipaksa untuk selalu memberikan inovasi baru. Jam kerja mereka pun bertambah. Kita ambil contoh, satu judul Call of Duty atau Assassin Creed saja membutuhkan waktu bekerja 12 jam sehari untuk menyelesaikannya tepat waktu dari deadline yang diberikan publisher.

Tidak hanya itu saja, pekerjaan yang mereka kerjakan itu pun hanya mendapatkan keuntungan yang tidak sebanding dari apa yang mereka kerjakan. Hal ini dikarenakan dari hasil penjualan game, keuntungannya masih akan dipotong oleh publisher untuk membiayai produksi fisik dan juga merchandise-nya, keuntungan untuk publisher, pajak, dan masih banyak pengurangan lainnya. Belum lagi jika penjualan game tersebut tidak mampu menutup pengeluaran, para publisher hanya dapat mem-PHK para karyawannya yang bekerja di bidang pengembangan game. Salah satu contohnya adalah Disney Interactive, yang memecat hingga 700 karyawan pada bulan Maret 2014 lalu.

Semakin Berkembangnya Dunia Digital

Merambahnya Tren Developer Indie, Tanda Ketidakpuasan Terhadap Publisher Besar? Merambahnya Tren Developer Indie, Tanda Ketidakpuasan Terhadap Publisher Besar?

Dengan berkembangnya dunia digital, membuat pengembang game tidak memerlukan publisher besar untuk menjual produknya. Yap, buat apa jika sebuah game mampu menghasilkan keuntungan meskipun tidak dijual secara fisik (berupa kepingan disc)? Beberapa game seperti Backyard Monsters, Angry Birds, Battle Pirates, dan War Commander merupakan contoh game indie yang sukses tanpa harus melewati publisher yang mengendalikan penyebaran game mereka. Tidak hanya itu saja, saat ini perkembangan game mobile yang sangat pesat melalui Play Store Android dan juga App Store Apple juga mendukung penuh para pengembang indie.

Didukung Juga Oleh Mesin Konsol Next-Gen

Merambahnya Tren Developer Indie, Tanda Ketidakpuasan Terhadap Publisher Besar?

Nampaknya para game-game indie juga menarik perhatian Sony dan Microsoft sehingga mereka berdua akan mendukung penuh para developer indie untuk berkarya. Pihak Sony yang tampaknya lebih awal dab menggebu-gebu untuk mendukung developer indie dibandingkan saingannya. Selain sudah memasukan daftar game-game indie yang akan dirilis untuk PS3 dan PS4 lebih awal dibandingkan dengan Xbox One, Sony juga akan merilis PS Vita Indie Game Megapack, dimana dalam satu memory card (4 GB) terdapat sepuluh judul game indie yang berbeda. Dan kesepuluh judul game indie yang disertakan juga sangat menarik, seperti Limbo, Hotline Miami, dan Thomas Was Alone. Jika cara ini berhasil kemungkinan besar Sony akan merilis Megapack berikutnya.

Merambahnya Tren Developer Indie, Tanda Ketidakpuasan Terhadap Publisher Besar?

Begitu juga dengan Microsoft, mereka juga mendukung developer indie saat ini. Bahkan beberapa game indie yang dirilis justru merupakan game indie yang ekslusif untuk platform yang dimiliki Microsoft yaitu X360, X1, dan juga PC saja. Mereka juga membuat sebuah program khusus untuk pengembang game indie bernama ID@Xbox untuk memancing para pengembang agar dapat merilis game-nya sendiri di platform milik Microsoft tanpa harus memerlukan bantuan publisher. Pada bulan lalu, Microsoft dengan bangga mempersembahkan 25 game indie yang akan dirilis untuk X1.

Butuh Biaya atau Modal? Para Fans Siap Membantu via Kickstarter

Merambahnya Tren Developer Indie, Tanda Ketidakpuasan Terhadap Publisher Besar?

Butuh dana untuk membuat game? Kickstarter siap membantumu. Yap, mungkin kamu pernah mendengar apa yang disebut Kickstarter, merupakan jalur pendanaan patungan atau crowfunding, yang mengenalkan proyek-proyek indie dimana kamu bisa berpartisipasi memberikan donasi kepada mereka untuk mengembangkan proyek tersebut. Salah satu kategori dari proyek yang disediakan oleh Kickstarter adalah kategori game.

Merambahnya Tren Developer Indie, Tanda Ketidakpuasan Terhadap Publisher Besar?

Pengembang dapat memberikan batasan modal yang perlu digunakan untuk mengembangkan game-nya. Dan apakah dengan metode ini, para fans atau para gamer mau menyumbangnya? Ternyata respon gamer begitu antusias! Sudah banyak game yang berhasil meraup untung luar biasa fantastis, misalnya saja Broken Age yang berhasil mendapatkan pendanaan hingga US $3,45 juta dari 87.000 bakcer dalam sebulan, padahal sang pengembang hanya membutuhkan dana sekitar US $400.000 saja. Selain itu dari Jepang, Keiji Inafune juga berhasil mewujudkan konsepnya, yaitu Mighty No. 9, yang berhasil meraup modal 400% lebih banyak dari target modal awalnya.

Saat ini masih banyak game-game indie bermutu lainnya yang juga mengandalkan Kickstarter misalnya saja Dragon Fin Soup, Duelyst, My Dreams, dan ke depannya pasti akan lebih banyak game besar yang lahir dari Kickstarter.

Crytek dan Epic Games Siap Membantu

Merambahnya Tren Developer Indie, Tanda Ketidakpuasan Terhadap Publisher Besar? Merambahnya Tren Developer Indie, Tanda Ketidakpuasan Terhadap Publisher Besar?

Dua developer papan atas yang terkenal dengan engine mereka, Crytek dan Epic Games kini menawarkan engine buatan mereka yang khusus untuk digunakan oleh para developer indie. Baik CryEngine dari Crytek maupun Unreal Engine dari Epic Games ditawarkan kepada para developer indie dengan skema pembayaran perbulan yang cukup terjangkau.

Untuk Unreal Engine 4, Epic Games menawarkannya dengan harga US $19 perbulan, atau sekitar Rp 220.000 plus dengan royalti 5% untuk setiap game yang berhasil dipublikasikan. Tidak ada perbedaan antara developer indie yang menggunakan model langganan perbulan ini dengan developer besar yang membeli lisensi engine secara utuh. Tim Sweeney, Founder dan CEO dari Epic Games mengungkapkan bahwa langkah ini mereka tempuh bukan hanya untuk keuntungan Epic Games semata, melainkan juga untuk memajukan industri game secara keseluruhan.

Merambahnya Tren Developer Indie, Tanda Ketidakpuasan Terhadap Publisher Besar?

Senada dengan Epic Games, Crytek juga menyediakan CryEngine yang mereka buat untuk digunakan oleh para developer indie. Format yang ditawarkan juga menggunakan sistem berlangganan, dimana untuk penggunaan engine ini selama sebulan, developer indie harus merogoh kocek US $9.99 atau sekitar Rp 120.000. Berbeda dengan Unreal Engine 4, developer hanya perlu membayar biaya berlangganan saja, dan tidak akan dikenai royalti untuk setiap game yang dipublikasikan. Program yang diberi nama dengan “Engine-as-a-Service” ini bisa dinikmati mulai bulan Mei 2014 yang akan datang.

Dan Inilah Mereka yang Akhirnya Memilih Jalur Indie...

Berikut ini merupakan profil orang-orang besar di dunia video game yang berakhir memilih untuk bekerja secara indie, atau yang memutuskan meninggalkan publisher besar yang pernah membesarkan nama mereka:

Keiji Inafune

Merambahnya Tren Developer Indie, Tanda Ketidakpuasan Terhadap Publisher Besar?

Orang Jepang pertama yang sukses mengembangkan game menggunakan modal dari para penggemarnya melalui Kickstarter. Mengawali karirnya sebagai ilustrator di Capcom, ia menggarap game fighting yang melegenda, yaitu Street Fighter. Dia juga dikenal sebagai pencetus Rockman atau yang dikenal sebagai Mega Man di barat. Setelah bekerja 23 tahun bersama Capcom, pada 29 Oktober 2010 lalu ia memilih untuk keluar dan membentuk tim pengembang game kecil yang diberi nama Comcept. Awalnya Comcept hanya melakukan kolaborasi dalam mengembangkan game, dan masih bekerja sama dengan publisher SCE Jepang. Namun semua berubah ketika Inafune mengkonsep Mighty No. 9.

Shinji Mikami

Merambahnya Tren Developer Indie, Tanda Ketidakpuasan Terhadap Publisher Besar?

Shinji merupakan desainer game yang mengawali karirnya dengan bergabung bersama Capcom pada tahun 1990 lalu. Namanya melambung ketika ia berhasil menciptakan serial game bergenre survival-horror, Resident Evil. Tidak hanya itu saja, dia juga sukses menelurkan beberapa franchise game lainnya ke pasar global. Seperti misalnya saja Dino Crisis. yang juga memiliki tipe permainan seperti Resident Evil. Namun setelah Resident Evil, dia meninggalkan Studio 4 dan bergabung bersama Clover Studio yang pada akhirnya terkenal dengan karyanya yang berjudul God Hand. Tak lama, Shinji juga bergabung bersama Platinum Game dalam mengembangkan Vanquish. Pada tahun 2010, akhirnya Shinji Mikami membentuk tim pengembang game sendiri yang diberinama Tango Gamework, dan masih mengembangkan game bertema horor. Game pertama yang mereka garap adalah The Evil Within.

Ken Levine

Merambahnya Tren Developer Indie, Tanda Ketidakpuasan Terhadap Publisher Besar?

Setelah sukses membesarkan nama BioShock, Ken Levine yang merupakan tokoh kunci di Irrational Games mengabarkan bahwa studionya akan ditutup pada 18 Februari 2013 lalu. Seluruh pekerja akan diberhentikan, kecuali dirinya dan lima belas staff Irrational Games, yang kemudian membentuk sebuah tim developer baru yang belum dibeberkan namanya. Ia juga mengatakan bahwa franchise BioShock kini merupakan tanggung jawab dari 2K Games. Ken Levine dan timnya kini masih bekerja di industri game dengan fokus menghasilkan game seperti BioShock, yang memiliki kekuatan pada faktor narasinya.

Vince Zampella dan Jason West

Merambahnya Tren Developer Indie, Tanda Ketidakpuasan Terhadap Publisher Besar?

Duo pengembang ini merupakan pengembang dari franchise Call of Duty yang dirilis oleh Activision. Sebelumnya mereka bekerja di studio Infinity Ward, anak perusahaan dari Activision. Namun pada tahun 2010, Vince dan West mengajukan gugatan pada Activision karena tidak membayar mereka atas royalti yang seharusnya dibayarkan sesuai dengan kesepatan awal. Pada akhirnya di bulan April 2010, mereka menciptakan studio mereka sendiri yang dikenal dengan nama Respawn Entertainment. Kini studio tersebut dibantu oleh saingan Activision, yaitu Electronic Arts dalam bidang perilisan game perdana mereka yaitu Titanfall. 

Cliff Bleszinski

Merambahnya Tren Developer Indie, Tanda Ketidakpuasan Terhadap Publisher Besar?

Merupakan salah satu pengembang game yang jenius, bahkan ia sudah membuat game pada saat ia duduk dibangku SMA di La Verne. Awalnya ia memberikan kopian game tersebut kepada founder Epic Games, yaitu Tim Sweeney, terkesan dengan karyanya akhirnya Sweeney membawanya masuk ke Epic Games. Banyak game yang dia hasilkan dan yang paling populer adalah seri Unreal dan Gear of War. Pada akhir tahun 2012 ia memutuskan untuk keluar dari Epic Games. Alasannya karena dia lelah bekerja di dunia game, dan sudah mengikuti Epic Games selama 20 tahun. Namun pada 29 Juli 2013, ia mengajak temannya Phil Fish untuk kembali mengembangkan game. Dan kini ia pun ingin mengembangkan game yang mampu menyatukan developer dan pemainnya.

Artikel terkait

ARTIKEL TERBARU