El Shaddai Review: Archangel May Cry

Penasaran Seperti apa jadinya jika bekas pembuat Devil May Cry dan Okami membuat game bertema jews? Ayo saksikan disini!!

El Shaddai Review: Archangel May Cry

El Shaddai Review: Archangel May Cry

Judul Game: El Shaddai: Ascension Of The Metatron

Developer: Ignition Tokyo

Release Date: 28 April 2011 (JP)

Score: 8/10

Pada saat banyak developer Jepang menginginkan kontrol yang kompleks dalam gamenya, beberapa developer mencoba membuat game dengan kontrol yang lebih simpel dan berasa artistik.

Keinginan itulah yang membuat karyawan Ignition Entertainment Tokyo termotivasi untuk memproduksi El Shaddai: Ascension Of The Metatron. Ada banyak sekali karyawan veteran yang terdapat di Ignition, dengan banyaknya sumber daya kreatif pecahan dari Capcom dan Clover Studios yang sudah bangkrut. Diantaranya Sawaki Takeyasu, Masata Kimura sebagai produser dan art director Sotaro Hori yang telah berperan dalam pembuatan Devil May Cry, Okami, Final Fantasy VIII and Viewtiful Joe yang sekarang telah berjuang untuk memberi El Shaddai kesan masterpiece dan sangat berasa jepang.

Kesan pertama saat memainkan game ini adalah grafis cantiknya yang benar benar artistik. Baik saat eksplorasi 3D maupun 2D platforming,semua background lingkungan telah dirender dengan mantap dengan kombinasi warna yang cukup mengagumkan sehingga sangat susah untuk tidak berkata wow pada saat bermain game ini. Oh ya,juga tak terdapat HUD sepanjang permainan sehingga visibilitas player pun semakin meningkat,satu hal yang membuat saya terheran-heran mengapa pihak Ignition mendesain Enoch begitu (maaf) gay dengan armor seperti pakaian wanita dan damage pun ditunjukkan dengan rontoknya armor tersebur,jika damage yang diterima sudah mencapai titik puncak maka yang terlihat adalah enoch bertelanjang dada sambil memamerkan celana Edwinnya. Well,konsep ini sebenarnya tak salah apabila diterapkan di 3rd Birthday maupun Bayonetta namun di El Shaddai dengan karakter pria terus terang membuat saya sebagai laki-laki normal merasa mules saat melihatnya.

El Shaddai Review: Archangel May Cry

Setiap stage di Tower of Babel dipengaruhi oleh kepribadian berbagai malaikat. Beberapa level: mulai dari level platforming yang terinspirasi lukisan Picasso dengan pohon yang dilukis abstrak tertiup angin, level yang terinspirasi Mario serta anime karya Studio Ghibli sampai jalan tol padang pasir yang berangin dan gelap. Oke,game ini memang secara grafis tidak bisa memberi damage ke raja baru grafis konsol yaitu Crysis 2 namun berkat presentasi dan permainan warna yang sangat out-of-the box tentunya akan menjadi nilai lebih tersendiri.

Gameplay El Shaddai sendiri cukup simpel dengan kontrol yang cukup mudah serta menggunakan 1 tombol saja untuk menyerang, game ini lebih fokus ke pengalaman bukan ke kontrol yang susah; berbeda dari game Hard stylish jepang lainnya yang menomorsatukan kontrol. Senjata yang digunakan Enoch adalah Arch, senjata melee yang berbentuk kurva, Gale; senjata projectile yang mengambang disekitar player dan the Veil; senjata yang berbentuk perisai.

Namun, mudahnya kontrol bukan berarti AI musuh ikutan bodoh ini terbukti dari cukup pintarnya musuh seperti Azazel yang terus menyerang player dan menggunakan strategi sehingga pada playtime awal saya pun mati beberapa kali. Audio yang disajikan dengan suara orkes dan musik yang cukup epik pun dapat membangun mood gamer sepanjang permainan ditambah lagi dengan seiyuu yang cukup mantap (terutama Lucifel) tentunya makin membuat gamer betah memainkannya

Akhir kata,dengan gameplay yang cepat,simpel serta cukup fun,grafis sangat artistik,cerita fresh dan playtime yang cukup lama tentunya membuat El Shaddai begitu recommended sekalipun sekarang hanya terdapat versi jepangnya dan It tastes like Devil May Cry,only sweeter.

El Shaddai Review: Archangel May Cry

Artikel terkait

ARTIKEL TERBARU