Konten Receh jadi Tren Marketing? Profesi Desainer Grafis Gimana?
Belakangan ini konten receh sedang banyak digunakan oleh berbagai institusi sebagai alat marketing. Terus, bagaimana dengan masa depan desainer grafis?
Follow Duniaku untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Kita tahu, belakangan ini konten receh sedang banyak digunakan oleh berbagai institusi sebagai alat marketing. Terus, bagaimana dengan masa depan desainer grafis?
Saban hari, kita telah membahas "kehebatan" konten receh dalam dunia marketing. Saking hebatnya, bahkan perusahaan besar sekelas Go-Jek, Taco Bell, dan Atlassian pun menggunakan konten receh untuk promosi.
Kenyataan ini tentu membuat sejumlah orang gerah, khususnya dari kalangan desainer grafis. Sebab, jika semua orang berpikir sama seperti Go-Jek, lantas siapa yang mau menggunakan jasa desain grafis?
Masa depan desain grafis pun berada di ujung tanduk, paling tidak begitulah persepsi sejumlah orang.
[duniaku_baca_juga]
Pertanyaannya adalah benarkah eksistensi desain grafis akan tergerus oleh perubahan ekstrem industri dalam memanfaatkan konten receh? Sepertinya tidak sesederhana itu.
Meskipun konten receh telah berkembang menjadi kebutuhan orang banyak, tetapi keberadaan desain grafis tetap takkan tergantikan.
Mengetahui kenyataan ini, kamu yang berprofesi sebagai desainer grafis bisa mengembuskan napas lega sekarang. Sebab, ternyata konten receh dan desain grafis punya tempat dan momennya masing-masing.
Mari kita ulas.
[page_break no="1" title="Manfaat dan Kelebihan Desain Grafis"]
Sumber: Linkedin[/caption]
Desain grafis merupakan salah satu cabang ilmu yang sangat penting di dalam kehidupan manusia, khususnya dalam kehidupan berbisnis. Tanpa keberadaan desain grafis, perusahaan mana pun akan kesulitan untuk memerkenalkan visi dan misi maupun produknya kepada orang lain.
Jangankan untuk perusahaan, bahkan ketika kita melakukan presentasi tugas besar di depan guru atau dosen pun kita bersentuhan langsung dengan desain grafis, lho.
Mengapa demikian?
Hal ini karena materi desain grafis identik dengan persoalan persepsi, pencitraan, dan komunikasi.
"I-itu apaan gan maksudnya?"
Intinya, tiga poin tersebut sangat penting untuk membangun jati diri sebuah produk atau karya. Tanpa ketiganya, produk atau karya akan menjadi sesuatu yang sulit dipahami atau bahkan tidak dipahami sama sekali tujuannya.
[read_more id="352330"]
Sebagaimana yang dilansir pada situs Binus University, desain grafis ini ada untuk memudahkan orang bertukar informasi, serta membuat informasi menjadi lebih menarik, ringkas, dan nyaman untuk dicerna.
Dari sini, kita bisa melihat bahwa desain grafis bukanlah cabang ilmu kecil-kecilan yang bisa kita pandang sebelah mata, tetapi merupakan cabang ilmu komunikasi tingkat tinggi yang dibutuhkan banyak orang.
Bayangkan saja, misalnya kamu disuruh meringkas materi marketing yang tadinya berjumlah 10 halaman menjadi satu lembar infografis atau gambar. Kamu pasti akan berpikir setengah mati, bagaimana caranya?
Contoh Desain Grafis yang "Cool" untuk Infografis. Sumber: Paper Leaf Design[/caption]
Nah, di saat kamu pusing tujuh keliling untuk meringkasnya, para desainer grafis mungkin telah menemukan solusinya. Sebab, memang itulah tugas desainer grafis: mengemas informasi secara efisien dan efektif.
[page_break no="2" title="Desain Grafis dan Konten Receh Punya Momen dan Tempat"]
Meskipun konten receh terbukti sanggup memancing perhatian banyak orang dengan ke-absurd-annya, tetapi bukan berarti kita bisa menggunakan konten receh terus-menerus sebagai alat marketing.
Ada kalanya kita perlu desain yang lebih serius untuk menjaring perhatian pihak-pihak tertentu.
Konten receh memang tepat dan efektif jika kita gunakan untuk menarik perhatian pengguna media sosial atau pengguna jalan di sebuah kawasan modern tempat meme berkembang, tetapi apakah tepat jika kita gunakan kepada orang yang posisinya "lebih tinggi" pada situasi yang lebih resmi?
[read_more id="353363"]
Atau, apakah tepat jika kita membuat iklan dengan konten receh di sebuah televisi yang menjadi rujukan para pejabat dan pebisnis?
Atau, apakah tepat jika kita membuat brosur atau spanduk sosialisasi menggunakan konten receh?
Atau, katakanlah kamu disuruh membuat slide presentasi untuk ditunjukkan di depan para direktur. Apakah menurutmu etis mengeluarkan konten receh di hadapan para sosok "besar" seperti ini?
[duniaku_adsense]
Tentu tidak.
Dalam situasi B2B (business-to-business), B2G (business-to-government), atau situasi marketing lain yang lebih resmi, kita tetap memerlukan kemampuan desainer grafis yang sanggup mengemas informasi secara ringkas, menarik, namun tetap terkesan formal.
Kamu bisa memerhatikan tips pembuatan company profile yang dirancang oleh situs Kamarupa ini. Pada tips tersebut, company profile didesain untuk terlihat santai, namun tetap punya kesan resmi. Hal ini tentu akan menyenangkan pihak bisnis yang membaca compro ini.
[duniaku_baca_juga]
Dari contoh dan penjelasan di atas, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa desain grafis adalah cabang ilmu yang takkan pernah lekang oleh zaman.
Sekalipun konten receh sedang naik daun, tak berarti keberadaan desain grafis akan tergerus begitu saja. Konten receh punya tempat, desain grafis pun punya tempat. Tidak ada yang tersingkirkan oleh satu sama lain.
Lanjutan pembahasan ini bisa kamu cek di halaman kedua!
[page_break no="3" title="Jadi, Desain Grafis cuma Dipakai untuk Hal yang Bersifat Resmi?"]
Sumber: Uprint.id[/caption]
Tidak. Desain grafis tidak hanya dipakai untuk kepentingan-kepentingan yang bersifat resmi saja, tetapi juga untuk kepentingan yang lebih santai.
Bisakah digunakan sebagai alat marketing?
Oh, tentu saja bisa! Desain grafis memang pada dasarnya merupakan versi superior dari konten receh, sehingga dianggap memiliki potensi impact yang jauh lebih besar ketimbang konten receh sendiri.
[duniaku_adsense]
Meski demikian, ada pula sejumlah perusahaan yang dengan sengaja mengawinkan kekuatan desain grafis dengan konten receh.
Katakanlah seperti JD.ID, perusahaan marketplace yang sedang menjadi buah bibir ini membuat iklan yang menggabungkan antara kemampuan desain grafis dan konten receh. Kamu tentu sudah pernah lihat iklan "barang palsu"-nya, bukan?
[youtube_embed id="To4IagNNcgI"]
Suka maupun tidak, annoyed maupun tidak, iklan JD.ID di atas mampu membuatmu terngiang-ngiang. Kalau bukan karena kepekaan desainer grafis dalam menentukan tema dan momen, efeknya takkan sampai sebesar itu.
Di samping itu, desain grafis sebagai alat marketing bukanlah hal yang aneh. Sebelum konten receh menjadi "idaman" sejumlah institusi, desain grafis sudah lebih dulu menjadi alat marketing.
Perhatikan foto di bawah ini:
Sumber gambar: Small Idea Blog[/caption]
Apakah menurutmu iklan tersebut menggunakan konten receh? Jelas tidak. Iklan di atas menunjukkan bahwa kreativitas desain grafis bisa jauh melampaui konten receh.
Ya, konten receh memang mampu mengalihkan perhatian orang dengan biaya yang murah, tapi so what? Kalau pengguna konten receh tidak tahu cara memanfaatkan kontennya, sama saja bohong.
[read_more id="352645"]
Desain grafis, di satu sisi, bisa melakukan apa yang dilakukan oleh konten receh dengan efek yang jauh lebih besar. Bahkan, ada informasi yang bisa kita tangkap hanya dengan melihat spanduk sesederhana pasta gigi Formula di atas.
Singkatnya, kekuatan desain grafis itu universal, bisa ke aspek-aspek yang lain juga.
[page_break no="4" title="Konten Receh dan Desain Grafis punya Marketnya Masing-Masing"]
Sumber: The Balance[/caption]
Yang perlu kita sadari berikutnya adalah konten receh dan desain grafis memiliki target marketnya masing-masing, tergantung dari tujuan pembuatannya.
Jika kita ingin menjaring perhatian anak-anak muda yang kekinian, suka bercanda, familiar dengan meme, dan suka berlama-lama di media sosial, konten receh mungkin akan menjadi pilihan yang tepat untuk melakukan promosi.
Akan tetapi, jika kita ingin menjaring perhatian orang-orang yang lebih formal, menyukai informasi yang to the point, punya penghasilan tetap, dan bergaya lebih serius, desain grafis tentu akan menjadi pilihan yang tepat.
[duniaku_baca_juga]
Itu kita baru berbicara soal target marketnya, kita belum berbicara soal medianya. Strategi promosi di media sosial akan berbeda dengan strategi promosi di baliho. Begitu pula dengan strategi-strategi di media lain, seperti televisi, radio, dan surat kabar.
Tidak selamanya konten receh akan menjadi andalan, tidak selamanya pula desain grafis yang jadi pilihan.
Perusahaan kadang perlu menentukan siapa marketnya, di mana medianya, dan berapa biayanya. Dengan begitu, barulah kita akan memahami mengapa ada perusahaan yang kadangkala menggunakan konten receh superkocak, tetapi kadangkala juga menggunakan desain grafis yang luarbiasa.
So, graphic design is not gonna die. Never.
Diedit oleh Fachrul Razi