Kebijakan yang menarik dan positif. Namun apakah tepat yang menjadi acuan nantinya adalah ESRB yang notabene adalah sistem rating dari Amerika Serikat?
Follow Duniaku untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow
WhatsApp Channel &
Google News
Kemendikbud menyatakan siap membuat sebuah buku panduan untuk orang tua dalam memilih game yang tepat untuk anak mereka. Buku ini nantinya akan mengacu kepada sistem rating ESRB yang berasal dari Amerika Serikat.
[read_more id="206189"] Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Indonesia memiliki kebijakan yang menarik untuk meluruskan salah kaprah banyak pihak terhadap game. Di saat banyak pihak menyorot bahaya game untuk anak, Kemendikbud memiliki inisiatif untuk membuat sebuah buku panduan bagi orang tua. Tujuannya adalah membantu orang tua untuk memilih game untuk anak-anak mereka, karena dewasa ini arus masuknya game dari luar negeri ke Indonesia semakin deras. Hal ini disampaikan secara langsung oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Indonesia, Anies Baswedan. "Yang mau kami buatkan itu semacam buku pegangan. Untuk anak usia sekian, mana game yang boleh, mana yang tidak," ungkap Anies di Istana Kepresidenan seperti dikutip dari
Sistem rating ESRB yang banyak digunakan di dunia[/caption] [read_more id="190564"] Seperti yang kita tahu, ESRB adalah sistem rating yang umum diterapkan di banyak negara. Sistem rating ini membagi game menjadi enam kategori usia sesuai dengan konten yang disajikan, antara lain
Early Childhood (untuk anak usia dini),
Everyone (untuk semua umur),
Everyone 10+ (untuk usia 10 tahun ke atas),
Teen (untuk usia 13 tahun ke atas),
Mature (untuk usia 17 tahun ke atas) dan
Adults Only (untuk dewasa). Plus satu lagi adalah
Rating Pending (RP) alias belum mendapatkan
rating. Untuk menentukan kategori mana yang tepat untuk sebuah game, ada beberapa pertimbangan kontennya mulai dari kekerasan hingga konten seksual. Tanda rating ini biasanya terdapat di
cover sebuah game, dan memang ditujukan sebagai pedoman sebelum orang tua membeli game yang cocok dengan usia anak. Hal ini menegaskan pernyataan Anies dan Kemendikbud sebelumnya yang tidak anti dengan game. Beberapa hari sebelumnya, Anies sempat memberikan pernyataan bahwa game bisa memberikan dampak yang positif untuk anak jika penggunaanya tepat sesuai usia mereka. Bahkan bila dipadukan dengan program pendidikan yang baik, maka anak-anak bisa diarahkan dari sekedar konsumen game, menjadi seorang kreator karya digital.
Anies Baswedan. Sumber gambar: Tempo[/caption] [read_more id="105994"] Kebijakan yang cukup menarik, dan menunjukkan bahwa Kemendikbud sudah melek dengan adanya sistem rating dan juga bagaimana cara penggunaannya yang benar. Bukan malah
Selain memperhatikan rating, pendampingan orang tua saat anak main game juga penting.[/caption] [read_more id="161700"] Namun ada satu yang harus menjadi catatan Kemendikbud saat menggunakan ESRB sebagai acuan. Karena ESRB datang dari negara barat, tentu ada beberapa hal yang tidak sesuai dengan kultur dan kebudayaan Indonesia. Sebagai contoh, di barat ciuman bukan hal yang tabu, sehingga game dengan
rating T (untuk 13 tahun ke atas) mungkin sudah mengandung konten tersebut. Nah, di Indonesia sendiri, ciuman masih dianggap hal yang tabu, sehingga game dengan konten ciuman di dalamnya semestinya hanya boleh dikonsumsi oleh remaja usia 17 tahun ke atas. Adanya perbedaan kultur ini harus menjadi salah satu perhatian Kemendikbud dalam membuat buku panduan tersebut. Nah, untuk solusi sebenarnya Indonesia di bawah Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) dan juga para pelaku industri game sudah menyiapkan sebuah sistem
rating yang lebih sesuai dengan kultur dan kebudayaan Indonesia. Namanya adalah
Mungkin belum bisa sepenuhnya buku pedoman untuk orang tua ini mengacu kepada IGRS, karena memang masih belum sesuai dengan realita pasar yang ada (karena sebagian besar game yang beredar di Indonesia masih mengacu kepada ESRB). Apalagi, IGRS juga belum disahkan dan diimplementasikan di Indonesia. Sembari perlahan-lahan menyempurnakan dan mengimplementasikan IGRS, Kemendikbud dan Kemenkominfo mungkin sebaiknya bisa berkomunikasi secara intens untuk membuat buku pedoman yang lebih cocok untuk kultur dan kebudayaan Indonesia. Entah itu masih menggunakan ESRB yang lebih "disesuaikan" untuk Indonesia, atau menggunakan kombinasi ESRB dengan IGRS. Bisa juga melibatkan praktisi di industri game untuk menyempurnakan buku pedoman tersebut. Bagaimana menurut kalian dengan kebijakan Kemendikbud ini? Silahkan tulis pendapatmu di kolom komentar ya!