TUTUP

Review Gladiator II: Perjuangan Lucius Menapak Bayangan Maximus

Buah tidak akan jatuh jauh dari pohonnya

GENRE: Action

ACTORS: Connie Nielsen, Paul Mescal, Pedro Pascal

DIRECTOR: Ridley Scott

RELEASE DATE: 14 November 2024

RATING: 3.5/5

Dua puluh empat tahun setelah Gladiator pertama menggebrak dunia perfilman dengan kisah balas dendam berdarah di jantung kekaisaran Romawi, Ridley Scott kembali membawa kita ke dunia kuno yang penuh kekerasan dan pengkhianatan dalam Gladiator II.

Namun, kali ini, alih-alih mengikuti kisah Maximus yang ikonik, cerita bergeser ke tokoh Lucius (Paul Mescal), putra Lucilla, yang kini sudah dewasa dan harus menapaki takdirnya sendiri. Film ini menjanjikan aksi yang epik dan visual memukau, tetapi apakah ia mampu memenuhi ekspektasi besar sebagai penerus Gladiator yang melegenda?

1. Kembalinya Kejayaan Romawi ke Layar Lebar

Dok. Paramount

Gladiator II membuka kembali dunia Romawi yang penuh kekejaman dan keindahan dengan sentuhan sinematik khas Ridley Scott. Pada usianya yang ke-86, Scott mempertahankan kemampuannya untuk menciptakan pemandangan epik yang menghentak.

Pertarungan di arena yang penuh darah, adegan pertempuran masif dengan kapal-kapal perang, hingga intrik di balik istana Romawi, semuanya digambarkan dengan detail luar biasa. Setiap adegan menunjukkan kebrutalan dan kemegahan dunia kuno ini, namun sayangnya, di balik keindahan visual yang menawan, narasi film ini terkadang terasa hampa.

Jika Gladiator pertama memadukan aksi dengan kedalaman emosi yang kuat, Gladiator II cenderung mengandalkan aksi yang menghibur tetapi kehilangan kedalaman makna.

Baca Juga: Review Film Mom, Is That You?!, Drama Keluarga yang Bikin Terharu

2. Lucius, Sang Pewaris Bayangan Maximus

Dok. Paramount

Paul Mescal memainkan Lucius Verus, sosok yang memiliki hubungan darah dengan Maximus. Lucius adalah anak dari Lucilla, yang di film pertama pernah diselamatkan oleh Maximus.

Namun, tidak seperti Maximus yang penuh amarah dan dendam membara, Lucius adalah karakter yang tenang dan merenung, membawa nuansa yang berbeda dari ketangguhan Maximus. Dengan sosoknya yang cenderung rapuh dan ekspresi yang sering tampak bingung, Lucius tampak lebih seperti pemuda yang masih mencari jati diri daripada seorang pejuang yang siap mati di arena.

Perjalanan Lucius adalah pencarian identitas, berusaha melanjutkan warisan Maximus tetapi dengan caranya sendiri. Sayangnya, meski membawa sisi baru yang segar, karakter Lucius mungkin terasa kurang kuat dalam membangkitkan emosi penonton yang mengharapkan seorang protagonis yang setara dengan Maximus.

3. Mentor dan Musuh yang Membingkai Plot dengan Intrik

Dok. Paramount

Denzel Washington memerankan Macrinus, seorang mantan budak yang kini menjadi pemimpin gladiator dan mentor bagi Lucius di arena. Macrinus adalah karakter yang penuh karisma dan ambisi, dan kehadirannya menambah dimensi yang signifikan dalam alur cerita.

Washington memerankan Macrinus dengan penuh kecerdikan; ia bisa menjadi sosok yang ramah dan bijaksana, tetapi juga manipulatif dan berbahaya. Di tangan Washington, Macrinus menjadi sosok yang tak terduga, membawa pengaruh besar pada perkembangan Lucius.

Pada saat tertentu, Macrinus tampak menjadi sekutu, tetapi pada momen lain ia berubah menjadi musuh yang menusuk dari belakang. Dengan gaya Shakespearean yang matang, Washington menjadikan karakter ini pusat dari intrik politik dan konflik batin yang menarik, menambah lapisan yang membuat film ini tetap dinamis.

4. Kesimpulan

Dok. Paramount

Sebagai kelanjutan dari cerita Gladiator, film ini membawa beban berat: harus menghormati kisah ikonik Maximus sambil memperkenalkan perjalanan Lucius yang baru. Saat Lucius akhirnya mengenakan baju zirah legendaris dan berdiri di tengah arena, jelas bahwa ia berada dalam bayang-bayang warisan besar yang ditinggalkan Maximus.

Di sini, Gladiator II mencoba menyeimbangkan aksi dan drama, tetapi gagal mencapai kedalaman emosional yang sama dengan pendahulunya. Lucius, meskipun menarik sebagai karakter, tidak memiliki gravitasi yang setara dengan Maximus. Saat Maximus berjuang untuk keluarganya dengan kemarahan yang membara, Lucius lebih terjebak dalam dilema internal, tidak cukup menonjol sebagai sosok yang mampu memimpin.

Bisa dibilang Paul Mescal membawa perspektif yang lebih introspektif dan kontemplatif, meski tak sekuat Crowe dalam perannya sebagai Maximus. Washington berhasil menambahkan daya tarik yang unik sebagai karakter Macrinus, dan meskipun Lucius gagal mencapai kedalaman emosi Maximus, film ini tetap menghibur dengan petualangan yang penuh darah, kehormatan, dan pengkhianatan di dunia Romawi kuno.

Baca Juga: Review Red One, Dwayne Johnson dan Chris Evans Menyelamatkan Natal