Follow Duniaku untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jogja-NETPAC Asian Film Festival (JAFF), festival internasional terbesar
dan konsisten diselenggarakan sejak 2006 di Yogyakarta, Indonesia tahun ini memasuki edisi ke-19 dengan tema “Metanoia”, ditutup sejak 7 Desember.
Apa saja yang menarik? Simak di bawah ini!
1. Golden Hanoman, Silver Hanoman, dan berbagai penghargaan
Melalui closing ceremony di hadapan para undangan penonton hari terakhir, diumumkan film Happyend karya sutradara Neo Sora meraih penghargaan tertinggi Golden Hanoman dan Viet and Nam karya sutradara Trương Minh Quý meraih Silver Hanoman.
Sementara itu film Yohanna karya sutradara Razka Robby Ertanto terpilih menjadi pemenang penghargaan Indonesian Screen Awards sekaligus untuk 5 kategori, yaitu Best Film, Best Storytelling dan Best Director (Razka Robby Ertanto), Best Performance (Laura Basuki, Kirana Putri Grasela, Iqua Tahlequa) serta Best Cinematography (Odyssey Flores).
Baca Juga: JAFF MARKET 2024: Pasar Film Terbesar di Indonesia Resmi Ditutup
2. 24.000 pengunjung hadir merayakan sinema Asia
Sejak dimulai pada 30 November yang lalu, hingga hari terakhirnya, tercatat lebih dari 24.000 pengunjung JAFF19 turut merayakan sinema Asia yang terus bertransformasi mencapai keunggulan.
Transformasi berkelanjutan sinema Asia tidak hanya merefleksikan pencapaian industri film yang terus bergerak namun juga menjadi refleksi manusia Asia yang terus memberikan support guna melewati segala tantangan global yang melanda kita semua terutama setahun terakhir ini.
“JAFF yang semakin dewasa ini terasa juga dari respon semua penonton dan pesertanya di tahun ini. Semoga semua bentuk antusiasme dan umpan balik dari semua peserta JAFF19 ini turut menjadi pendorong dan penggerak semakin bergairahnya perfilman Indonesia selama setahun mendatang,” ujar Ifa Isfansyah, Direktur Jogja-NETPAC Asian Film Festival.
Festival yang berlangsung selama delapan hari ini, menyelenggarakan sejumlah program non screening seperti public lecture, workshop, forum komunitas serta pelatihan untuk filmmaker. Salah satu di antaranya adalah Masterclass bersama Tsai Ming Liang, tokoh sinema kontemporer yang berpengaruh, terutama dalam gelombang baru sinema Taiwan.
Program masterclass ini menjadi salah satu yang paling dinanti bahkan sampai diikuti para filmmaker senior seperti Riri Riza, Mira Lesmana, Kamila Andini, dan Ifa Isfansyah. Tiga film Tsai Ming Liang juga diputar selama JAFF, yaitu Vive L’Amour (1994), Goodbye, Dragon Inn (2003), dan Abiding Nowhere (2024).
3. Program Nocturnal, penayangan film-film di jam menjelang tengah malam atau midnight show kembali diadakan dan menarik minat banyak penonton
Setiap tahunnya, JAFF selalu berupaya untuk mengkurasi pilihan film yang semakin beragam agar penonton dan pengunjung festival mendapatkan pengalaman sinematik yang semakin lengkap dan mengesankan.
Tahun ini, program Nocturnal, penayangan film-film di jam menjelang tengah malam atau midnight show kembali diadakan dan menarik minat banyak penonton. Hadir pula program cinematic concert yang tahun ini tidak hanya menampilkan satu, namun dua pertunjukan, yaitu film Samsara dengan iringan musik live serta penampilan kolaborasi Sal Priadi dan Kunto Aji.
Keduanya mendapatkan apresiasi yang begitu besar dari penonton, terlihat dari penonton yang memenuhi ruang pertunjukan.
Keragaman sajian yang ditujukan sebagai apresiasi terhadap ragam karya yang
telah tercipta khususnya selama setahun terakhir di sinema Asia.
“Tahun ini kami kembali menghadirkan Bioskop Bisik untuk teman-teman buta dan tuli dengan berharap inklusivitas festival yang menjadi karakter JAFF dapat terus terjaga dan dilakukan secara konsisten. Kemudian penambahan program cinematic concert yang full booked, penayangan program Layar Anak Indonesiana yang begitu ramai dengan partisipasi anak dan keluarga serta penayangan program Nocturnal adalah cara kami untuk menjadi etalase bagi keragaman karya dan keragaman pelaku industri film yang ada,” tutur Ajish Dibyo, Direktur Eksekutif JAFF.
“Ke depannya, kami ingin terus mempertahankan semangat keberagaman dengan kembali berinovasi untuk menghadirkan bentuk-bentuk yang baru dan semakin kreatif lagi.” lanjutnya.
Konferensi pers pengumuman pemenang JAFF19 dilakukan di ARTOTEL Suites Bianti, Yogyakarta yang dihadiri para Komite JAFF, Dewan Juri, dan rekan-rekan media. JAFF19 menunjukkan bahwa perhelatan festival tidak hanya menjadi sebuah perayaan dan apresiasi bagi para pelaku sinema tapi juga sebuah bentuk karya dan kerja yang memiliki kontribusi pada masyarakat dan lingkungan.
Nah itu gambaran besar soal JAFF19.
Mari kita nantikan akkan seperti apa JAFF20!
Baca Juga: Apa Tantangan Terbesar JAFF di Era Modern Ini? Ini Jawabannya