Mulai dari Hitman hingga Resident Evil, semua film yang dibuat berdasarkan video game selalu berakhir mengecewakan, apa alasannya?
Follow Duniaku untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow
WhatsApp Channel &
Google News
Para penggemar film selalu dapat mengandalkan Hollywood untuk mewujudkan mimpi mereka. Hollywood selalu dapat mengadaptasi materi apapun menjadi sebuah film blockbuster, baik itu berupa komik, novel, serial TV, dan bahkan mitologi kuno. Walaupun kelihatannya para studio besar di Hollywood telah memiliki pengetahuan untuk mengubah apapun menjadi sebuah film yang sukses, ternyata mereka masih belum dapat mengubah satu hal menjadi sebuah film yang pantas untuk disaksikan, yaitu adaptasi sebuah video game. [read_more id="249479"] Hampir semua film yang dibuat berdasarkan video game mendapatkan kritik yang cukup negatif serta rating yang sangat menyedihkan. Hal ini memang mengherankan, apalagi mengingat hampir semua game sudah memiliki cerita yang sangat menarik untuk di adaptasi menjadi sebuah film layar lebar, namun, mengapa studio film tersebut gagal melakukan hal ini? Inilah 5 alasan mengapa film adaptasi video game selalu mengecewakan!
[page_break no="1" title="Mereka Melupakan Poin Utama dari Game Tersebut"]
[read_more id="249566"] Hingga saat ini, sudah ada dua film yang mencoba untuk memperkenalkan Agent 47 kedalam layar lebar, dan kedua film tersebut sangat tidak pantas untuk disaksikan para penggemar serial gamenya. Film
Hitman pada tahun 2008 dan
reboot-nya di tahun 2015
Hitman: Agent 47 telah mencoba untuk memperkenalkan pembunuh berdarah dingin tersebut kepada penggemar film, namun, mereka melupakan poin terpenting dari game tersebut ke dalam film mereka. Para penggemar gamenya pasti tahu bahwa
Hitman adalah sebuah game
stealth, dan adegan
action hanya diperlukan saat situasi tertentu seperti saat Agent 47 harus melarikan diri.
Kedua film tersebut telah menampilkan karakter 47 sebagai seorang pembunuh yang tidak ragu untuk menembak orang lain, dan kesalahan terbesar dari kedua film tersebut adalah lupa untuk menambahkan aspek
stealth kedalam ceritanya. Film adaptasi sebuah video game seharusnya lebih mengetahui tentang material yang akan mereka gunakan sebagai referensi dan menggunakannya untuk membuat sebuah film daripada menjual sebuah film
action dengan cerita yang tidak masuk akal.
[page_break no="2" title="Mereka Mengubah Terlalu Banyak Hal dari Material Aslinya"]
Para penggemar serial
Resident Evil pasti sudah memahami bahwa ada dua versi dari cerita game tersebut, yaitu versi serial game dan filmnya. Film pertamanya memang sudah cukup berhasil untuk mengikuti alur cerita game dengan menempatkan karakternya dalam lokasi tertutup yang dipenuhi oleh banyak zombie. Namun, kelanjutan filmnya semakin menjauh dari cerita
survival horror seperti gamenya dan lebih mengutamakan adegan
action Milla Jovovich, mereka bahkan tidak ragu untuk mengubah kepribadian karakter dari game seperti Chris Redfield untuk menyesuaikannya dengan adaptasi filmnya.
[read_more id="248468"] Perubahan memang tidak dapat dihindari jika kita harus mengadaptasi sesuatu menjadi sebuah film layar lebar, tapi film
Resident Evil buatan Paul W.S. Anderson telah menjadi sebuah film yang bahkan tidak lagi dapat dinikmati oleh para penggemar game
survival horror tersebut. Film adaptasi seharusnya lebih memercayai apa yang membuat game tersebut disukai sebelum membuat sebuah film.
[page_break no="3" title="Mereka Tidak Bekerjasama dengan Tim yang Tepat untuk Membuat Sebuah Film"]
Jika kamu tidak mengetahui apapun tentang video game, lebih baik kamu menghindari kesempatan untuk membuat sebuah film adaptasi game tersebut. Hal ini kelihatannya tidak begitu diperhatikan oleh para studio besar di Hollywood, karena mereka terus-menerus menugaskan sutradara yang tidak mengetahui apapun tentang dunia game dan memberikan mereka kesempatan untuk bereksperimen. Salah satu contohnya adalah Uwe Boll, sutradara yang bertanggung jawab atas film seperti
House of the Death, Alone in the Dark, dan
BloodRayne. Jika kamu tidak mengetahui beberapa judul tersebut, maka lebih baik jika kamu tidak mencari tahu.
Walaupun memiliki kesempatan untuk membuat sebuah film dengan kualitas serta material yang sangat bagus, kesempatan tersebut selalu disia-siakan karena mereka tidak menggunakan sutradara yang tepat untuk membuat sebuah film dengan kualitas yang pantas untuk dinikmati para penggemar game. Kita tidak meminta sutradara kelas atas seperti Zack Snyder atau Christopher Nolan untuk membuat sebuah film, tapi setidaknya pergunakanlah sutradara dengan kemampuan yang tepat.
[page_break no="4" title="Mereka Terlalu Memanfaatkan Satu Hal untuk Filmnya"]
[read_more id="248505"] Jika kamu sudah pernah menyaksikan film
Doom pada tahun 2005 yang menampilkan aktor terkenal seperti Karl Urban dan The Rock, maka kamu pasti tahu bahwa bagian paling bagus dalam film itu adalah adegan FPS yang hanya muncul dalam sebagian kecil film tersebut. Satu-satunya hal yang membuat semua orang antusias untuk menyaksikan film
Doom adalah karena adanya adegan FPS tersebut, dan mereka terlalu memanfaatkan satu adegan untuk menjual film
dengan kualitas yang sebenarnya tidak begitu bagus. Teknik seperti ini juga digunakan dalam film
Hitman: Agent 47 yang menambahkan berbagai adegan
action ke dalam film mereka sehingga film tersebut menjadi sangat membosankan untuk disaksikan. Sebuah game dapat dikatakan menarik jika mereka memiliki berbagai macam aspek yang membuat game tersebut pantas untuk diingat seperti karakter, cerita, atau
gameplay. Seharusnya mereka lebih memperhatikan semua hal tersebut dalam membuat sebuah film adaptasi, sehingga film mereka tidak akan terlihat datar dan membosankan.
[page_break no="5" title="Mereka Mengutamakan Penampilan daripada Isi"]
Siapapun yang pernah menyaksikan film
Max Payne di tahun 2008 pasti akan memahami maksud dari kalimat di atas. Film yang menampilkan Mark Wahlberg dan Mila Kunis ini memang memiliki visual yang sangat memukau, namun, penulisan cerita dan eksekusi dari filmnya sangat mengecewakan sehingga banyak orang mengatakan bahwa film tersebut sangat membosankan.
Tim produksi film
Max Payne terlalu banyak menghabiskan waktu untuk membuat efek CGI dan berharap orang tidak memperhatikan alur cerita membosankan yang telah mereka buat, sayangnya hal tersebut tidak berhasil. Video game AAA memang selalu mempunyai visual yang sangat menarik, namun, mereka hanyalah sebuah cara untuk menyampaikan sebuah cerita, Hollywood seharusnya menyadari hal ini. Itulah 5 alasan yang selalu membuat film adaptasi video game memiliki hasil akhir yang sangat mengecewakan. Apakah kamu memiliki pendapat sendiri mengapa film adaptasi video game selalu memiliki hasil akhir yang sangat tidak pantas untuk disaksikan? Atau kamu mengetahui sebuah judul film yang dapat membuktikan bahwa Hollywood ternyata sudah berhasil untuk membuat sebuah film adaptasi game yang menarik? Berikan pendapatmu dikomentar yah!