Follow Duniaku untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Dilan: Dialah Dilanku Tahun 1991 adalah sekuel dari novel bestseller karangan Pidi Baiq yang berjudul Dilan: Dialah Dilanku Tahun 1990. Anehnya, banyak yang menganggap sekuelnya gagal. Benarkah demikian?
Dilan: Dialah Dilanku Tahun 1991 merupakan lanjutan dari novel bagian pertama karangan Pidi Baiq atau Surayah, yaitu Dilan: Dialah Dilanku Tahun 1990.
Tak seperti buku pertamanya, Dilanku 1991 ini lebih fokus bercerita dari perspektif Milea, si gadis paling berpengaruh bagi kehidupan Dilan. Di sini, hubungannya dengan Dilan sudah naik level. Singkatnya, sudah berpacaran. Mereka sudah berhubungan selama setahun setelah berikrar di sebuah kertas yang dibubuhi materai.
[duniaku_baca_juga]
Akan tetapi, ada masalah dalam buku kedua ini. Kabarnya banyak perubahan yang membuat pembaca kecewa. Dilanku 1991 ini dianggap tidak senostalgia seperti Dilan: Dialah Dilanku Tahun 1990. Benarkah demikian?
[page_break no="1" title="Romansa Dilan: Dialah Dilanku tahun 1991 Menjadi lebih Gelap dan Serius"]
Novel Dilan: Dialah Dilanku Tahun 1991 bisa dikatakan cukup mengecewakan. Hal ini bukan karena kualitasnya yang menurun, tetapi akibat ceritanya yang terasa kurang manis dan terkesan “dibuat-buat”.
Dilanku 1991 ini juga tidak selucu novel pertamanya, terlalu banyak dialog yang sangat panjang serta kaku. Ini belum ditambah dengan dialog garing dan membosankan, sehingga membuat dahi berkerut.
Kedua, novel yang semula bergenre romansa-komedi, kini berubah menjadi novel drama. Dalam buku ini, tokoh Milea terlalu berlebihan menanggapi kenakalan Dilan dan berlebihan saat memikirkan Dilan.
Tingkah Milea yang sulit untuk mengontrol perasaan ini tidak bisa dimaklumi. Pada akhirnya, sifat Milea berubah jadi pasaran. Drama yang ia buat-buat, menjadi tidak jauh berbeda dengan sifat-sifat perempuan pada sinetron lokal, yakni dominan menjadi perempuan pengekang dan pengatur pasangan.
Ketiga, Dilan yang lucu dan antik berubah menjadi seperti robot; kaku dan serius. Kelucuan Dilan berkurang di buku ini. Humor pada buku kedua terlihat memaksa dan berulang-ulang. Ini sama sekali tidak seperti Dilanku 1990 yang terasa nostalgic dan lebih natural.
SPOILER ALERT!!!
Keempat, buku bagian kedua ini terasa lebih sendu, tidak seceria bagian pertamanya. Ada beberapa peristiwa sedih yang disorot dari Dilanku 1991 ini. Ada beberapa karakter berpengaruh yang mati di sini, entah karena sakit atau bahkan karena kekerasan. Kekocakan novel Dilan pun berkurang drastis akibat plot ini.
[read_more id="358088"]
Yang menarik di samping sendunya novel Dilanku 1991 ini adalah Milea mengungkapkan bahwa ia menulis buku pertama dan kedua saat telah menikah serta mempunyai anak. Di sini diceritakan bagaimana Milea akhirnya putus dengan Dilan karena soal sepele, berbeda pendapat, dan Dilan yang tidak ingin dikekang.
Hal yang juga terasa "dark" dari novel ini adalah Milea masih jatuh cinta terhadap Dilan meski sudah punya suami dan anak. Hal ini tentu akan membuat beberapa orang syok, sebab cerita yang semula sederhana berubah jadi drama tingkat dewasa.
[duniaku_adsense]
Di buku kedua juga ada bagian menarik selain putusnya Dilan dan Milea. Ada sosok perempuan tak dikenal Milea ikut menghadiri pemakaman Ayah Dilan. Identitas perempuan itu tak pernah terungkap.
Jadi, bolehkah seorang penulis mengubah ceritanya sedemikian drastis? Lihat bahasan selanjutnya!
[page_break no="2" title="Bolehkah Mengubah Cerita Santai Menjadi Gelap dan Serius?"]
Mengubah cerita adalah hak penulis. Akan tetapi, tidak semua cerita dapat diubah terlalu banyak sehingga mengurangi keunikan dari cerita sebelumnya. Jika terlalu jauh, akibatnya bisa fatal dan membosankan. Dilan: Dialah Dilanku Tahun 1991 adalah salah satu perwujudannya.
Novel Dilan: Dialah Dilanku tahun 1991 ini jadi tidak seseru buku pertamanya.
[duniaku_baca_juga]
Memang, di dunia fiksi, tidak ada aturan bagaimana cara kreator memerlakukan sekuel dari fiksi buatannya. Dragon Ball, misalnya. Kita bisa melihat perbedaan kentara antara Dragon Ball dan Dragon Ball Z.
Bagi kamu yang sudah mengikuti seluruh serialnya, kamu pasti akan merasa cerita pada Dragon Ball Z lebih dark dibandingkan serial sebelumnya. Akan tetapi, Akira Toriyama sendiri agaknya memang ingin mengubah image Dragon Ball menjadi lebih serius. Pada situs Screenrant sendiri dikatakan bahwa DBZ bukan untuk audiens lamanya.
Pertanyaannya adalah apakah Dilanku 1991 ini ingin melakukan pendekatan yang sama?
Mungkin iya, mungkin tidak. Tetapi, jika kita merujuk kepada beberapa pembaca yang mengulas buku ini di Goodreads, Dilanku 1991 ini memang agak disesalkan oleh pembaca lamanya.
Karakter Dilan di serial yang kedua ini memang lebih tampak nakal, suka tawuran, dan membuat resah keluarga. Yang tidak berubah dari buku kedua hanyalah karakter sopan kepada orang tua, tidak melawan meski nasihat Ibunya tidak dipenuhi, dan penyabar pada Milea.
Buku kedua ini memang lebih membuat perasaan sesak di dalam dada daripada komedi romansa unik ala remaja. Perubahan karakter Milea dan Dilan pada buku kedua terlalu jomplang. Milea jadi meledak-ledak dan Dilan jadi supernakal.
[duniaku_adsense]
Sebenarnya, sah-sah saja mengubah cerita dengan menggunakan karakter yang sama. Kalau perbedaannya dengan novel pertama terlalu timpang, rasanya bukan seperti membaca sekuel, tetapi terasa seperti membaca judul baru.
[page_break no="3" title="Dilan: Dialah Dilanku Tahun 1991 Berubah Tapi Ada Sisi Positifnya, Kok"]
Dilan: Dialah Dilanku Tahun 1991 memang lebih mengutamakan drama dibandingkan buku sebelumnya yang banyak memasukkan unsur kehidupan pribadi sang penulis. Komedinya juga lebih kental di buku yang pertama.
Secara tidak langsung, Dilan: Dialah Dilanku Tahun 1991 memang menjadi “pasaran” dan kurang berkesan dibanding Dilan: Dialah Dilanku Tahun 1990. Apalagi banyak hal yang tidak terpecahkan di buku Dilanku 1991.
Cerita Dilanku 1991 ini terkesan seperti delusi Milea terhadap Dilan, tidak terasa natural. Novel ini juga minim pesan moral, malah terkesan fantasi mainstream ala cerita film televisi lokal. Walaupun, di dunia nyata, pertentangan adalah hal yang wajar.
Meskipun buku kedua lebih banyak kisah membosankan, masih ada sisi menarik lain dan unik seperti buku pertama. Apa saja?
SPOILER ALERT!!!
- Dilan masih sempat bercanda dalam kondisi mau di Drop Out dari sekolah.
- Dilan menyuruh Milea pura-pura marah.
- Dilan memberikan puisi dari Pak Dedi, guru muda yang sebenarnya menyukai Milea dan kata-kata puisinya ditambah-tambahkan sendiri oleh Dilan.
- Dilan memanggil Milea dengan sebutan mamalia.
- Dilan memfitnah jin (bagian ini cukup lucu).
- Saat Ibu Dilan membuka tirai kamar, Dilan malah berteriak dan berkata dia takut terbakar, semacam Edward Cullun … maksudnya vampir.
- Keluarga Dilan dan Milea mempunyai pikiran terbuka, hangat, dan harmonis, terutama sosok ibu dari Dilan dan Milea.
- Dilan selalu tenang meski masalah hampir selalu menghampirinya dan ia selalu mampu menguasai keadaan.
[read_more id="353363"]
Selain itu, bukan novel Dilan namanya jika tidak ada kutipan menarik. Berikut adalah beberapa kutipannya:
“Kalau dipecat, aku bisa datang ke sekolahmu. Setiap hari. Biarin nggak sekolah juga, asal aku bisa antar jemput kamu ke sekolah. Sampai kamu lulus, sukses, naik haji dan mabrur."(Halaman 86)
[duniaku_baca_juga]
Sewaktu Milea melarang Dilan ikut geng motor lagi. Jawab Dilan, “Senakal-nakalnya anak geng motor, mereka juga sholat pada waktu ujian praktik agama.” (Halaman 19)
“Kalau aku jadi presiden yang harus mencintai seluruh rakyatnya, aduh, maaf, aku pasti tidak bisa karena aku cuma suka Milea.” -Dilan
“PR-ku adalah merindukanmu. Lebih kuat dari matematika. Lebih luas dari fisika, lebih kerasa dari biologi.” -Dilan
“Itulah Dilan, rasanya masalah apa pun di dunia tak ada yang akan dia anggap begitu membebani.” (Halaman 250)
[duniaku_adsense]
“Aku lahir, dibarengin kamu lahir. Kayak sengaja mau bikin aku senang di bumi” (Halaman 254)
Ya, masih ada sisi positif dari novel ini. Bahkan, di Goodreads sendiri novel ini mendapatkan bintang empat. Sebagaimana yang kami katakan di bagian pembuka, masalah pada novel ini bukan soal kualitasnya, tetapi soal perubahan karakternya yang amat drastis.
Bagaimana menurutmu?