Follow Duniaku untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Gara-gara pakai baju renang dalam salah satu episode anime “anak-anak” Doraemon, Shizuka kena sensor KPI! KPI sepertinya mulai lelah...
[read_more id="239359"]Jika “Everything Wrong With...” milik akun Youtube Cinemasins tidak mencari kesalahan dalam film, tetapi mencari kesalahan dalam pertelevisian Indonesia, mungkin video milik mereka bakalan memiliki durasi lebih panjang daripada film The Lord of The Rings Trilogy digabung menjadi satu. Yep, banyaknya acara-acara berkualitas rendah, sinetron-sinetron “gaul” seperti
Hal ini tentu membuat netizen tidak habis pikir. Apakah segitunya KPI “alergi” terhadap konten pornografi sampai-sampai mereka memutuskan untuk menyensor seorang anak kecil yang mengenakan pakaian renang? Ataukah, ada sesuatu dibagian bawah tubuh Shizuka yang tidak patut dilihat oleh anak-anak—seperti misalnya: rokok?
[read_more id="233708"]
Kacau! Benar-benar kacau! Shizuka: kartun, tokoh fiksi, anak kecil = kena sensor. Tapi kenapa rok-rok mini dalam sinetron-sinetron tidak disensor? Sebenarnya bukan hanya ini saja KPI melakukan sensor ekstrem terhadap film-film yang tayang di televisi di Indonesia. Masih ingat dengan The Raid yang dibabat habis-habisan sehingga durasinya hanya jadi 30 menit—atau mungkin kurang? Atau darah dan senjata-senjata seperti pistol dalam berbagai film yang juga disensor? Atau juga binatang yang disensor habis-habisan karena tidak mengenakan pakaian?
"Kalau dulu di TV Indonesia ada film dengan adegan "seorang pria menodongkan pistol-nya ke arah perempuan" dan kena sensor, berarti film itu film porno. Tapi kalau sekarang, film itu belum tentu film porno. EH, tunggu dulu, Indonesia pernah nayangin film porno!?"
Menurut mitos, KPI memiliki tujuan mulia: melindungi anak-anak dan penduduk Indonesia dari konten pornografi dan kekerasan yang berbahaya. Mungkin niat mereka memang benar-benar baik, benar-benar mulia. Tapi rasanya, tindakan mereka dalam hal sensor-mensensor ini rasanya terlalu berlebihan dan tidak tepat sasaran.
Bukannya melindungi anak-anak dan penduduk dari konten pornografi dan kekerasan, yang ada KPI malah seperti merendahkan penonton Indonesia. Rasanya, KPI seperti mengatakan bahwa penonton Indonesia ini masih bocah dan bodoh—banget—sampai-sampai tak bisa membedakan mana yang porno dan mana saja hal-hal yang tidak boleh dilakukan. Asal main sensor disana-sini.
Jika KPI mau melakukan sensor, harusnya mereka mengkaji lebih dalam apa saja yang memang harus disensor atau tidak. Dalam Doraemon misalnya, perlukah Shizuka kena sensor gara-gara pakai baju renang? Saya rasa banyak yang setuju kalau tidak seharusnya Shizuka kena sensor. Lalu untuk film-film dewasa, alih-alih mensensor habis-habisan adegan kekerasan yang ada, kenapa tidak KPI beri saja jadwal tayang malam untuk film-film tersebut?
Mungkin akan ada pembelaan seperti “tapi kan ada anak-anak yang tidur malam!”. Kalau masalah ini, rasanya yang perlu disalahkan adalah orang tua anak tersebut, kenapa pula mereka memperbolehkan anaknya tidur malam—atau lebih tepatnya, menonton film dewasa?
Tidak adil juga jika kita selalu menyalahkan KPI. Orang tua juga bertanggung jawab penuh dalam memonitor hal-hal yang anak mereka tonton dari layar kaca. Sudah selayaknya bagi orang tua untuk menjelaskan mana yang salah, mana yang benar, mana yang boleh dan tidak boleh ditiru oleh anaknya.
"KPI bertanggung jawab terhadap tayangan yang mereka perbolehkan, orang tua bertanggung jawab terhadap tontonan anak mereka, dan penonton dewasa bertanggung jawab atas tontonan mereka masing-masing."
Saya rasa, hal tersebut cukup adil.
Gambar: Ghosty, Kartun Ngampus, Rong Rong