Follow Duniaku untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Film horor Indonesia terbaru, Mata Batin terlihat lebih rapi daripada horor Indonesia biasanya, tapi masih terjebak pada kegemaran untuk selalu mengagetkan penonton. Simak selengkapnya dalam review Mata Batin berikut.
Rumah produksi Hitmaker Studios kembali mengeluarkan film horornya tahun ini. Sebelumnya, rumah produksi yang dikemudikan Rocky Soraya ini sukses secara komersil dengan The Doll (2016) dan sekuelnya yang dibintangi Luna Maya, The Doll 2 (2017).
[duniaku_baca_juga]
Baik The Doll 2 dan Mata Batin yang menjadi rilisan tahun 2017 ini punya berbagai kesamaan, entah itu dari segi tema hingga bagaimana para karakter diperlakukan.
Keduanya berbicara tentang keluarga mapan, tinggal di rumah modern tetapi berhantu, diisi protagonis perempuan yang tidak percaya takhayul, bergantinya sosok religius (ustaz) menjadi paranormal, dan lain sebagainya.
Keduanya juga kental dengan pengaruh film-film horor James Wan, mulai dari Insidious, The Conjuring, hingga Annabelle. Pengaruhnya bisa dengan jelas terlihat dari cerita keluarga hingga latar filmnya. Berikut ini sinopsis dari Mata Batin.
Sinopsis
Alia (Jessica Mila) harus pulang dari Bangkok karena ayah dan ibunya meninggal karena kecelakaan. Ia datang bersama pacarnya, seorang fotografer bernama Davin (Denny Sumargo), untuk menemui adiknya, Abel (Bianca Hello).
Pendek cerita, mereka harus tinggal di rumah masa kecil mereka. Namun menurut Abel, ada makhluk tak kasat mata yang tinggal di rumah tersebut dan mereka gemar mencelakai orang. Namun Alia tak bisa lihat dan tak percaya, karena mata batinnya belum dibuka.
Agar percaya dengan kegilaan adiknya, ia pun minta mata batinnya dibukakan oleh seorang paranormal bernama Windu (Citra Prima). Namun ternyata, keputusan tersebut diikuti oleh risiko yang berbahaya.
Kesamaan Tema
Rumah adalah tempat untuk pulang. Ketika kamu masuk ke dalamnya, kamu merasa dinding-dindingnya membatasi dan melindungimu dari dunia luar. Ia tempat paling aman dan nyaman sedunia.
Namun, ketika zona nyaman tersebut diinvasi oleh hal-hal menyeramkan, kamu pasti akan sangat terganggu. Tema rumah berhantu bukan tema yang baru lagi. Ia sudah banyak sekali dipakai, dan masih populer untuk menarik banyak penonton. Mata Batin ini juga tak terkecuali.
Menurut Abel, rumah mereka ditinggali oleh makhluk-makhluk yang tidak menginginkan keberadaan keluarganya. Pada awal film, kaki Abel sampai berdarah dengan luka seperti dicakar oleh sesosok makhluk yang mirip zombie. Maka, ketika ia diajak kembali oleh Alia untuk pulang ke sana, ia menolak mati-matian. Namun Alia tak menyadari hal itu.
[read_more id="352114"]
Alia ini mirip sekali dengan sosok Maira (Luna Maya) dari film Hitmaker sebelumnya, The Doll 2. Mereka menganggap rumah adalah tempat yang aman bagi keluarga. Namun, ketika tempat tersebut diinvasi oleh makhluk takhayul, mereka denial dan tak punya iman yang kuat untuk menolaknya. Maka ia memanggil seorang paranormal.
Dengan premis yang tak lagi baru itu, Mata Batin harus mencari cara agar filmnya berkesan bagi penonton. Seperti halnya The Doll 2, Mata Batin ini disusun lebih rapi daripada film-film horor Indonesia lainnya yang terkesan asal jadi.
Pergerakan kameranya sangat aktif, menggunakan efek visual seperti menebus pintu. Di awal film, penata gambar Asep Kalila beberapa kali memakai sudut pandang bird’s eye dengan menggunakan drone.
Walaupun sebenarnya tak terlalu berpengaruh banyak bagi film, Hitmaker Studios terlihat ingin menunjukkan Mata Batin dibuat lebih niat dibanding film horor lainnya.
Dengan didukung oleh make-up hantu yang menyeramkan, Mata Batin sukses memompa ketakutan dan ketegangan. Ada dua adegan yang masih fresh dari ingatan menonton film Pengabdi Setan yang kemudian dipakai dalam Mata Batin.
Adegan itu adalah sosok hantu yang mengejar sang protagonis di balik selimut putih. Dan itu berhasil jadi salah satu momen menyeramkan film ini.
Walaupun awalnya menjanjikan, tetapi Mata Batin terlalu asik menakuti penonton dengan jumpscare nonstop. Simak kelanjutannya di halaman sebelah.
Parade Jumpscare
Dengan production value yang baik, Mata Batin terlihat sangat menjanjikan pada awalnya. Apalagi, film The Doll 2 itu memang terbilang cukup seram. Namun, Mata Batin terjebak pada kebiasaan film horor Indonesia pada umumnya: terlalu asik mengagetkan penonton dengan parade jumpscare.
Jumpscare ini salah satu teknik paling tua sekaligus juga teknik paling populer dalam film horor dari mana pun ia berasal. Ibaratkan saja jumpscare ini seperti kopi. Bagaimanapun kamu tidak suka pahitnya kopi, namun jika kamu konsumsi terus menerus, kamu barangkali akan terbiasa walaupun rasanya masih tetap pahit.
Pada awal film Mata Batin, jumpscare-jumpscare itu memang efektif membuat tangan mencengkram kursi bioskop. Namun, Mata Batin ini sepertinya ketagihan melakukan hal yang sama terus menerus. Hingga pada satu titik, saya merasa sudah terbiasa dan tak takut lagi.
Belum lagi, para hantu tersebut kemudian bisa berbicara layaknya manusia. Ada adegan saat keluarga hantu seperti merekonstruksi aktivitas makan malam keluarga. Sayangnya, suara-suara hantu tersebut sama sekali tidak memancing rasa takut. Bagaimana bisa penonton ditakuti dengan suara hantu yang lebih mirip kucing yang ekornya baru terjepit pintu?
Jika adegan keluarga Mata Batin ingin seperti adegan keluarga Insidous, boleh dicoba agar tak memasukkan dialog di dalamnya. Akan lebih misterius jika para hantu tersebut tak bersuara.
Meskipun begitu, Mata Batin punya momen paling menyeramkan, dan hal itu datang bukan dari jumpscare, tetapi dari atmosfernya. Diketahui bahwa para hantu mirip zombie itu adalah arwah yang gentayangan karena masih punya urusan yang belum selesai. Mereka punya dunia arwah sendiri, berbeda dengan dunia manusia.
Jadi, untuk berkomunikasi dengan hantu penunggu rumah, mereka pergi ke alam bawah sadar lewat portal yang dibuka sang paranormal. Di sana, mereka menemukan keluarga yang disatroni maling dan Abel pun terjebak di dalamnya. Ingat Insidious?
Pengaruh Insidious yang paling terasa ada di dunia para arwah tadi dan dibuat sangat menyeramkan oleh kru Mata Batin. Jika dunia arwah Insidous benar-benar mereplika rumah yang mereka tinggali, dunia arwah Mata Batin ini seperti lorong-lorong.
Dengan dibantu cahaya merah darah yang merepresentasikan bahaya, lorong-lorong sempit tersebut membuat efek klaustrofobik. Mata Batin dalam hal ini berhasil membuat dunia arwahnya sendiri.
Dari departemen akting, performa kedua protagonis Jessica Mila dan Bianca Hello sama-sama tak menonjol, begitu juga dengan Denny Sumargo dan Citra Prima. Namun apresiasi untuk Jessica dan Bianca karena berhasil membawakan dua tokoh kakak-kakak beradik dengan baik.
Sementara itu Denny Sumargo tak bisa berbuat banyak karena memang perannya tak banyak. Citra Prima sebagai Bu Windu sebenarnya cukup meyakinkan karena latar belakangnya memang mirip, tapi naskah oleh Riheam Junianti dan Fajar Umbara justru membuatnya seperti kamus klenik berjalan. Ia ada hanya untuk menjelaskan segala tetek-bengek dunia perhantuan.
Sebagai kesimpulan, Mata Batin ini terlihat menjanjikan dengan setup dan make-up hantu pada awalnya, namun lama-kelamaan capek juga karena ditakuti pakai jumpscare nonstop.