Orang ini membikin playlist berisi 158 lagu yang sering diputar operator warnet tahun 2000-an. Tebak apa lagu nomor satu? Ya, jelas, Dear God~
Follow Duniaku untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow
WhatsApp Channel &
Google News
Orang ini membuat daftar putar lagu-lagu yang sering diputar operator warnet tahun 2000-an. Dengarkan lagu-lagunya di bawah ini.
Warung internet (warnet) tidak mungkin tidak pernah menjadi bagian dari hidup anak muda yang tumbuh di tahun 2000-an. Ia menjadi pelabuhan kedua bagi para gamer selain rental PlayStation. [duniaku_baca_juga] Pada waktu itu, era media sosial dimulai. Orang-orang
nge-chat lewat IRC, atau sekadar mengubah laman
friendster sendiri, hingga main
Ninja Saga atau
FarmVille. Bagi mereka yang pada waktu itu masih sekolah, seperti saya, uang selalu habis untuk bayar
billing warnet. Rp 3 ribu sejam. Kalau jadi
member, bisa lebih murah lagi. Pulang-pulang dimarahi orang tua karena dikira ikut judi
online. Seberapa pun memalukannya kelakuan kita dulu, warnet dan segala ceritanya akan selalu lekat dalam memori. Sekarang keberadaan warnet sudah mulai berkurang karena setiap orang sudah punya internet di rumahnya masing-masing. [read_more id="345098"] Salah satu bagian dari dunia
per-warnet-tan yang sempat jadi fenomena adalah hubungan antara warnet, operator warnet, kita sebagai konsumen, dan lagu-lagu yang diputar. Sering malah selera operator warnet mempengaruhi konsumen. Misal di kota saya dulu, orang-orang akan ogah main di warnet yang memutar lagu Batak. Mereka (dan saya juga) cenderung menyukai warnet yang memutar lagu semacam
Dear God oleh Avenge Sevenfold.
Seseorang di Spotify menyusun sebuah
playlist berjudul “Playlist anak warnet 2000an” yang bisa kamu temukan di bagian bawah artikel ini. Seperti namanya, daftar putar ini terdiri dari lagu-lagu yang sering diputar operator warnet, khususnya tahun 2000-an. Dari 158 lagu, tebak lagu apa yang ada di urutan pertama. Ya, jelas,
Dear God. Ini lagu sejuta umat bagi kaum-kaum warnet tahun 2000-an. “Iya, semua operator warnet suka lagu itu,” ujar Randy Arbiyantama, orang di balik
playlist ini kepada
Duniaku.net. “Makanya saya
taro di nomor satu.”
Playlist lagu yang sering diputar operator warnet ini awalnya dibuat karena teman-temannya sering protes betapa anehnya lagu-lagu yang diputar Randy ketika mereka bersama dalam satu mobil. “Akhirnya kami buat
playlist yang bisa didengerin bareng,” kata Randy. “Ternyata kesamaannya ada di lagu-lagu yang
dimainin di warnet di
range tahun 2005-2009-an.” [read_more id="244306"] Randy dan keempat temannya kemudian saling mengusulkan judul lagu. Lagu-lagu yang masuk adalah lagu yang kelimanya sepakati bersama. “Satu band satu lagu,” ujarnya. Kata Randy, ia dan teman-temannya berasal dari tempat yang berbeda, seperti Sukabumi, Jakarta, hingga Yogyakarta. Jadi, lagu-lagu yang dikumpulkan ini berasal dari budaya anak warnet yang berbeda-beda. “Saya juga nanya via
insta story ke
followers di Instagram, yang balas lumayan banyak,” pungkas Randy.
Playlist ini terdiri dari beragam genre dan subgenre, namun mayoritas diisi oleh rock
, alternative-rock, pop, hingga pop melayu. Selain Avenge Sevenfold, lagu-lagu dari luar juga diisi oleh Greenday, Linkin Park, hingga Seconhand Serenade.
[read_more id="775402833"] Oasis, Blur, hingga blink-182 bahkan dimasukkan sampai tiga lagu. “Ada sih yang lagunya lebih dari satu, itu karena lagunya memang keren,” bela Randy. Lagu-lagu dari Indonesia diwakili oleh Padi, Peterpan, Ada Band, hingga Sheila on 7. Siapa rupanya yang tak pernah mendengarkan lagu
Manusia Bodoh di warnet, hah?
Sumber: Dokumentasi Randy Arbiyantama[/caption]
Playlist lagu-lagu yang sering diputar operator warnet ini bikin nostalgia, dari mulai teriak-teriak
a reason to start over new-nya Hoobastank, menyanyi bareng
kuingin cinta ini dapat kau sambut-nya Bondan
ft. Fade To Black, hingga menggumami lagu
I will fly to your hearts-nya Ten 2 Five. Playlist-nya dapat kamu
follow dan dengarkan di bawah ini. https://open.spotify.com/user/randyarbiyantama/playlist/2Xhi7lIiI6XGHJHgcgp3ut
Diedit oleh Fachrul Razi