TUTUP

Analisa dan Prediksi Ekosistem Developer Game Indonesia di Tahun 2017

Bagaimana ekosistem industri game Indonesia saat ini? Seperti apa prediksinya tahun depan? CEO Duniaku, Ricky Setiawan menjawabnya saat Unite 2016 Singapore kemarin!

Tahun 2016 akan berakhir beberapa bulan lagi. Tentu banyak sektor yang sudah mulai menganalisa performa di tahun ini, dan menyiapkan segala hal sebelum menyongsong tahun 2017 yang akan datang. Salah satunya di sektor industri game, khususnya di kalangan developer game. Ada banyak hal yang terjadi selama beberapa tahun terakhir yang cukup mengubah wajah industri game Indonesia, dan juga pelajaran sebelum menyongsong tahun 2017 yang akan datang. Itulah tema yang dibawakan oleh Ricky Setiawan, CEO dari Duniaku saat didapuk menjadi salah satu speaker di Unite 2016 Singapore yang sudah digelar tanggal 3 dan 4 Oktober 2016 kemarin. Mengusung judul Indonesia Game Dev Outlook 2017: An Analysis of Indonesia Game Development's Business Climate and Environment, Ricky banyak menganalisa bagaimana kondisi dan pertumbuhan ekosistem developer game di Indonesia, bagaimana iklim bisnisnya saat ini, dan juga prediksi menyambut tahun 2017 mendatang. Tujuannya selain untuk evaluasi, juga untuk mengintip potensi-potensi yang ada guna dimaksimalkan. Ricky membagi analisanya menjadi empat sektor, dari sektor ekonomi, sosial budaya, teknologi dan politik. Dari segi ekonomi sendiri, Ricky menggaris bawahi bahwa ekonomi Indonesia relatif stabil, terutama yang berdampak langsung ke industri game. Indikasinya, pertumbuhan pengguna smartphone di Indonesia cukup besar, dan ditunjang dengan kemunculan banyak startup-startup di bidang game development yang berawal dari bootstrap (mengandalkan kantong pribadi), hingga sukses dengan berbagai judul game-nya. Para investor dan venture capital juga semakin getol dalam berinvestasi ke industri game. Revenue dari game mobile pun cukup besar, mencapai lebih dari US $42juta (data dari Newzoo tahun 2014) meskipun penetrasi kartu kredit sebagai alat pembayaran di Indonesia masih relatif kecil. Hal ini membuat Ricky berpendapat bahwa tahun 2017 dengan pertumbuhan ekonomi mencapai 5,5%, akan lebih banyak lagi investor yang masuk di industri game ini. Namun yang menjadi tantangan adalah bagaimana untuk terus meningkatkan revenue dari game mobile, mengingat rendahnya penetrasi kartu kredit ini. Selain kartu kredit, mayoritas gamer di Indonesia lebih suka menggunakan metode direct carrier billing (menggunakan potong pulsa) yang sudah diterapkan hampir seluruh operator seluler besar di Indonesia. Yang kedua dari segi sosial budaya. Tidak bisa dipungkiri bahwa kondisi lalu lintas mayoritas kota-kota besar di Indonesia masih kurang baik. Bahkan, lima dari sepuluh kota dengan lalu lintas terburuk ada di Indonesia, meliputi Jakarta, Denpasar, Surabaya Bandung dan Bogor. Nah, di saat macet inilah banyak orang yang membunuh waktu dengan bermain game. Ini bisa jadi salah satu potensi cukup besar untuk developer, dimana mereka bisa membuat sebuah game kasual mobile yang bisa dimainkan dengan waktu singkat setiap sesinya, untuk dimainkan saat macet di jalan raya atau berkendara menggunakan transportasi umum. Dari sosial budaya berikutnya adalah dari segi komunitas. Dalam beberapa tahun terakhir, persebaran komunitas developer game mulai merata, tidak hanya di Jawa saja. Bukan hanya di Jakarta, Bandung, Yogyakarta atau Surabaya, akan tetapi mulai bermunculan juga komunitas di Malang, Semarang, dan juga Bali. Kehadiran event-event untuk komunitas seperti Game Prime 2016 yang akan dilaksanakan bulan Oktober ini di Surabaya dan November di Jakarta bisa semakin menumbuh suburkan komunitas tersebut di tahun-tahun mendatang. [read_more id="269113"] Yang ketiga dari sisi teknologi. Harus diakui, Indonesia bukan negara yang dikenal dengan teknologinya yang canggih. Pun juga dengan koneksi internet, Indonesia juga masih di bawah rata-rata kecepatan koneksi internet di ASEAN. Namun, penetrasi pasar untuk smartphone cukup tinggi, mengingat jumlah populasi yang banyak. Android masih merajai pasar dengan 91% dari total pengguna mobile. Mayoritas, gadget Android yang digunakan adalah tipe low end, dengan harga di bawah Rp2 juta. Ini bisa menjadi gambaran bagi developer yang ingin menyasar Indonesia sebagai pasarnya, agar membuat game yang tidak terlalu rakus terhadap hardware sehingga bisa diterima dengan baik. Suasana BEKraf Developer Day Surabaya September lalu[/caption] Sedangkan yang terakhir adalah dari sisi politik. Kehadiran Badan Ekonomi Kreatif (BEKraf) yang dibentuk oleh Presiden Jokowi tahun 2015 mulai berkontribusi nyata dalam kurun setahun terakhir. BEKraf selalu terlibat aktif dalam berbagai kegiatan industri kreatif, bukan hanya di game saja. Sebut saja contohnya seperti memberikan dukungan kepada developer game indie untuk berpartisipasi dalam PopCon Asia 2016 lewat booth Indiesche Partij, serta mendukung penuh pelaksanaan event-event seperti BEKraf Developer Day di berbagai kota dan juga Game Prime 2016. Dukungan ini diprediksikan akan terus berlanjut dan semakin banyak di tahun 2017 mendatang. Selain itu, beberapa regulasi juga tengah disiapkan untuk industri game, seperti Indonesia Game Rating System (IGRS) yang sudah disahkan dan akan segera diimplementasikan mulai akhir tahun 2016 ini.