Pemerintah Jepang melakukan perombakan pendidikan! Diharapkan penerus mereka mampu bersaing di luar negeri.
Follow Duniaku untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow
WhatsApp Channel &
Google News
Shinzo Abe, perdana menteri Jepang yang berusaha memperbaiki sistem ekonomi Jepang.[/caption]
Jepang melakukan reformasi pendidikan mereka. Hal ini dikarenakan banyak pemuda usia pekerja di Jepang saat ini masih tidak mau keluar dari "zona nyaman" mereka.
Sebelumnya, kami sudah membahas tentang kemiskinan yang terjadi di Jepang. Hingga saat ini banyak anak muda di Jepang yang mengalami masa sulit, mereka menyebutnya dengan generasi "depresi." Kini banyak dari pemuda di Jepang harus bekerja dengan berat untuk bisa bertahan hidup, atau bunuh diri untuk mempersingkat hidup. Mereka yang telah lulus menjadi mahasiswa berbondong-bondong melamar pekerjaan bersama-sama. Memakai pakaian formal berwana hitam, mendatangi banyak perusahaan di Jepang. Ketatnya persaingan dalam mencari pekerjaan ini membuat sebagian mahasiswa melakukan hal untuk menarik HRD perusahaan tersebut menerimanya sebagai karyawan. Misalnya saja dengan menulis CV dengan tulisan tangan sesempurna mungkin. Hal ini dilakukan karena mereka percaya bahwa karakteristik dan kehidupan pribadi seseorang bisa dilihat dari tulisan tangan mereka. [read_more link="http://www.duniaku.net/2015/03/13/japans-disposable-workers/" title="Potret Kehidupan Para Disposable Workers di Jepang yang Menyedihkan"] Namun tak semua mahasiswa mendapat pekerjaan yang layak di perusahaan, jumlah pengangguran semakin banyak. Dan rutinitas ini terlihat selama bertahun-tahun belakangan ini. Masa generasi "depresi" ini berbanding terbalik dengan masa sebelumnya yang disebut dengan generasi "gelembung." Pada generasi itu, ekonomi Jepang berada pada puncaknya, sehingga banyak pemuda di Jepang mudah mencari pekerjaan. Bisakah kamu melihat "kebahagiaan" dari gadis Jepang yang masih muda ini?[/caption] Dari survey tahunan dari pemerintah Jepang untuk anak usia 13 hingga 29 tahun di Jepang, hanya 45,8% yang mengatakah bahwa mereka bahagia dengan diri mereka sendiri. Jauh dibawah hasil di Amerika dengan hasil 86%, lalu 83,1% di Inggris, dan 71,5% di Korea Selatan. Dan melalui survey mingguan mengatakan bahwa 80% dari peserta survey mengatakah mengalami depresi berat. Bahkan yang lebih parahnya lagi satu per tiga dari 80% responden yang mengalami depresi tersebut mengatakan hingga umur mereka mencapai 40 tahun saja belum tentu bahagia. Inilah yang menyebabkan angka kematian karena bunuh diri di Jepang juga semakin meningkat. William Saito, penasihat pemerintah yang ikut berpartisipasi dalam mengubah pola pikir kuno para warga Jepang yang takut untuk berkompetisi di luar negeri.[/caption] Kenapa hal ini bisa terjadi? Tentunya dikarenakan banyak pemuda Jepang saat ini lebih memilih untuk bekerja di dalam negeri, dibandingkan dengan di luar negeri. Orang tua mereka juga lebih nyaman jika anaknya dapat bekerja di perusahaan Jepang, demikian yang dikatakan oleh penasehat pemerintah, William Saito. Semua pemuda Jepang saat ini tidak mau mengambil resiko dalam bekerja. Padahal sebenarnya peluang pekerjaan di luar negeri sangat terbuka lebar, misalnya saja salon kuku dari Jepang mendapatkan banyak respon positif di luar negeri. Pemuda Jepang yang belajar ke luar negeri pun semakin mengalami penurunan yaitu hampir 30% dari tahun 2004 ke 2012 (82.945 pemuda turun menjadi 60.138 pemuda). Menurut William Saito, pemikiran para pemuda yang tak mau lepas dari "zona nyaman" ini datang dari orang tua mereka. Dan ia ingin mengubah pola pikir itu dengan melakukan reformasi pendidikan. Yoko Sato, seorang pencari pekerjaan di perusahaan Jepang. Ia mempelajari bahasa Inggris, tapi tak berkeinginan bekerja di luar negeri. Justru ia lebih suka mengadu nasib untuk bekerja di dalam negeri.[/caption] Kini pemerintah Jepang berusaha untuk meningkatkan jumlah mahasiswa yang belajar di luar negeri. Mereka berharap jumlahnya akan lebih banyak dua kali lipat dari sekarang pada tahun 2020 mendatang. Berbagai hal sudah mereka lakukan, salah satunya adalah mengubah kurikulum pelajaran. Kini bahasa Inggris menjadi mata pelajaran wajib untuk anak usia 10 tahun di Jepang. Sebelumnya mata pelajaran bahasa Inggris mulai diterapkan untuk anak usia 13 tahun, atau pada saat mereka memasuki masa SMP.
Video Pembelajaran bahasa Inggris Anak Kelas 5 SD di Jepang [youtube_embed id="GWpwjPP5lwY"] Namun untuk mengubah pola pikir masyarakat Jepang, butuh lebih dari sekedar kemampuan bahasa saja. Kini melalui Perdana Menteri Shinzo Abe, pemerintah Jepang berusaha untuk merombak sistem pendidikan dan pekerjaan sebagai bagian dari kebijakan ekonomi yang disebut sebagai Abenomic. Sudah beberapa dekade, banyak mahasiswa berbakat di Jepang hanya menjadi karyawan yang memiliki jam kerja sangat lama. Dengan adanya perombakan pendidikan ini, pemerintah Jepang ingin melahirkan generasi baru, generasi pemuda Jepang yang mampu bersaing secara global di luar negeri.